Jakarta, Kabapedia.com – Di Indonesia, perjudian dikenal sebagai aktivitas ilegal. Namun, fenomena unik muncul di kalangan generasi muda, khususnya milenial dan Gen Z.
Pandangan tersebut diungkap Raymond Chin, seorang konsultan financial dalam video YouTube terbarunya. Dia menjelaskan, menurut statistik, mayoritas dari mereka secara teknis berjudi, namun secara legal. Mereka berjudi melalui jalur investasi, dan banyak yang tidak menyadari hal ini.
Baca juga:
“Ada alasan psikologis di balik fenomena ini. Perjudian di Indonesia telah menjadi semacam alternatif hiburan. Pada tahun 2023, transaksi judi mencapai Rp327 triliun. Jika Anda berpikir bahwa orang Indonesia miskin, buktinya adalah transaksi sebesar itu,” ujar dia dilansir Kabapedia.com, Selasa (21/5/2024).
Dia juga membeberkan, yang mengkhawatirkan adalah peningkatan transaksi judi ini mencapai 8.000% dibandingkan lima tahun lalu. Ada efek psikologis di balik ini, yang berhubungan dengan kimia otak kita. Ketika kita menang dalam sesuatu yang berkategori “by chance”, otak kita melepaskan hormon yang disebut dopamin, atau yang dikenal sebagai “dopamin rush”.
“Ini membuat kita mudah ketagihan pada proses berjudi. Ini sebenarnya sudah tertanam dalam psikologi dan biologi manusia,” ungkapnya.
Alasan Berjudi
Ada empat alasan mengapa orang berjudi: faktor sosial, faktor finansial, faktor hiburan, dan faktor coping. Di Indonesia, dua faktor yang paling dominan adalah faktor finansial dan hiburan.
Misalnya, dalam judi bola, banyak orang yang berjudi bukan untuk mendapatkan banyak uang, tetapi untuk mendapatkan sensasi. Ketika Anda merisikokan uang Anda saat menonton bola, Anda merasa lebih terhibur dan berinvestasi.
Investasi atau Judi?
Generasi muda saat ini mulai didoktrin dengan pemahaman yang salah tentang investasi. Investasi yang seharusnya dilihat sebagai aset yang dapat menghasilkan pendapatan pasif, kini dilihat sebagai aset yang harus dicari secara aktif sebagai sumber pendapatan aktif. Fenomena ini dikenal sebagai “gamblification”.
Generasi muda saat ini lebih mudah terjebak dalam skema cepat kaya, yang pada prinsipnya menggunakan tiga komponen yang dibutuhkan dalam perjudian. Untuk memahami lebih dalam, mari kita bahas di Bab 1 tentang “Gamblification on Investment”.
Gamblification of Investing
Saya membaca sebuah jurnal dengan judul kontroversial, “The Gamblification of Investing: How the New Generation of Investors are Born to Lose”. Fakta menariknya, jurnal ini dipublikasikan bukan di situs keuangan atau bisnis, tetapi di National Library of Medicine.
Ini membuat saya berpikir tentang hubungan antara investasi yang dijadikan judi dan situasi medis. Kenyataannya, hampir semua aspek keuangan didoktrin dari cara kita berpikir. Itulah sebabnya di bidang keuangan ada yang disebut “Behavioral Finance”, atau cara kita bertindak atau bersikap yang berhubungan dengan uang.
Generasi Sebelumnya vs Generasi Z
Jika Anda memperhatikan, generasi sebelumnya dibandingkan dengan Gen Z, hampir semua aspek yang bersifat “time-bound” atau “time-based”, seperti rentang perhatian, loyalitas, dan rata-rata lama di pekerjaannya, selalu semakin pendek dan siklusnya semakin cepat.
Dulu, orang bisa bekerja di satu tempat selama 5 hingga 10 tahun. Sekarang, ekspektasinya adalah 2 tahun sebelum harus pindah tempat kerja. Dulu, rentang perhatian bisa sampai hitungan menit. Sekarang, karena segalanya serba instan dan berbentuk pendek, rentang perhatian generasi muda hanya beberapa detik.
Sayangnya, ini tercermin dari cara dan ekspektasi generasi ini dalam berinvestasi. Salah satu topik menarik dari jurnal yang saya baca adalah salah satu komponen paling penting dari “menjudikan” investasi adalah kerangka waktu yang semakin lama semakin pendek.
Risiko dan Arena
Untuk mayoritas dari Anda yang merasa bisa mengambil banyak risiko karena masih muda dan produktif, Anda perlu memahami bahwa ada perbedaan antara “risk appetite” dan “risk capacity”. Anda mungkin berpikir, “Saya tipe orang yang berani kehilangan uang karena saya ingin profitnya besar, tapi resikonya juga besar.” Realitasnya, itu hanya setengah benar.
Ketika kita masih muda, kita bisa mengambil risiko lebih besar karena kita belum punya banyak tanggungan dan masih bisa produktif untuk bekerja. Namun, risiko itu sendiri adalah sesuatu yang harus kita pahami dan kelola dengan baik. Mari kita bahas lebih lanjut tentang ini di Bab 2: “Risk Appetite and Risk Capacity”.
Investasi dan judi adalah dua hal yang berbeda, namun tampaknya garis antara keduanya semakin kabur di kalangan generasi muda. Penting bagi kita untuk memahami perbedaan antara keduanya dan membuat keputusan investasi yang bijaksana. Ingatlah bahwa investasi seharusnya adalah tentang merencanakan masa depan yang lebih baik, bukan tentang mencari keuntungan instan.
Mengenal Lebih Dalam tentang Risiko dalam Investasi
Investasi adalah bagian penting dalam perencanaan keuangan. Namun, banyak orang yang salah kaprah dalam memahami risiko dalam investasi. Ada tiga bagian risiko yang perlu kita pahami: Risk Appetite, Risk Capacity, dan Risk Tolerance. Dalam artikel ini, kita akan fokus pada dua bagian pertama: Risk Appetite dan Risk Capacity.
Risk Appetite vs Risk Capacity
Risk Appetite seringkali menjadi hal yang pertama kali dipertimbangkan oleh investor, terutama investor muda. Mereka berpikir bahwa untuk sukses, mereka harus berani mengambil risiko yang besar. Namun, mereka seringkali melupakan tentang Risk Capacity mereka.
Risk Capacity adalah kemampuan seseorang untuk menanggung risiko. Misalnya, seorang investor sukses mungkin berani menaruh 90% dari total asetnya di instrumen investasi yang berisiko tinggi. Namun, jika aset tersebut ludes, mereka masih memiliki 10% dari total asetnya. Sebaliknya, investor yang masih merintis kekayaan mungkin hanya memiliki tabungan sebesar Rp10 juta. Jika mereka menaruh 90% dari tabungan tersebut di instrumen investasi yang berisiko tinggi dan aset tersebut ludes, mereka hanya memiliki Rp1 juta.
Prioritas Risiko dalam Investasi
Dalam berinvestasi, kita harus mengetahui prioritas risiko. Paling bawah harusnya adalah Risk Capacity. Sebelum memutuskan untuk mengambil risiko, kita harus melihat situasi finansial pribadi kita. Apakah kita mampu jika risiko itu gagal? Apakah kita bisa hidup atau tidak? Selanjutnya adalah Risk Tolerance. Apakah kita merasa nyaman jika kehilangan uang itu? Baru kemudian adalah Risk Appetite.
Investasi vs Judi
Salah satu masalah utama yang sering terjadi adalah banyak orang yang menganggap investasi sebagai judi. Mereka berpikir bahwa investasi adalah cara cepat untuk mendapatkan keuntungan. Namun, sebenarnya investasi adalah tentang merencanakan masa depan yang lebih baik, bukan tentang mencari keuntungan instan.
Baca juga:
- Empat Bisnis Tanpa Modal Yang Dapat Dimulai Saat ini
- Kisah Sukses Anfar Roji: Dari Bengkel ke Bisnis Fashion Online Beromzet Rp600 Juta
Investasi dan judi adalah dua hal yang berbeda. Dalam berinvestasi, kita harus memahami risiko dan membuat keputusan yang bijaksana. Ingatlah bahwa investasi seharusnya adalah tentang merencanakan masa depan yang lebih baik, bukan tentang mencari keuntungan instan. Jadi, kenali instrumen investasi Anda dan lebih penting lagi, ketahui batas Anda. Jangan jadikan investasi sebagai alat perjudian hanya karena mindset Anda ingin segalanya instan. [isr]
Ikuti Kabapedia.com di Google News dan berita lainnya Kabapedia Network di KabaPadang