Akankah Google Bernasib Seperti Yahoo!?

oleh -377 Dilihat
Akankah Google Bernasib Seperti Yahoo!? [Foto: Dok. YouTube/Dr. Indrawan Nugroho]

Jakarta, Kabapedia.com – Google pernah dua kali ditawarkan kepada Yahoo, namun dua kali pula Yahoo menolak. Ironisnya, beberapa tahun kemudian Yahoo justru takluk di hadapan Google. Kini, sejarah tampaknya berulang ketika Google menghadapi tantangan dari perusahaan-perusahaan baru yang mengandalkan kecanggihan teknologi AI. Akankah Google bernasib sama seperti Yahoo?

Baca juga:

Pada tahun 1994, Jerry Yang dan David Filo, mahasiswa Stanford University, merasakan sulitnya menavigasi informasi di internet. Mereka pun menciptakan direktori web sederhana bernama “Jerry and David’s Guide to the World Wide Web,” yang setahun kemudian berganti nama menjadi Yahoo. Layanan Yahoo terus berkembang, dengan tambahan fitur email, berita, dan mesin pencari. Keberhasilan Yahoo menarik banyak pengguna membuat para pendirinya percaya diri untuk menawarkan saham perdana (IPO). Dari awalnya hanya 13 USD per lembar, saham Yahoo melonjak hingga 43 USD pada hari pertama, dan nilai perusahaan mencapai 300 juta USD dalam waktu singkat.

Di sisi lain, Larry Page dan Sergey Brin, juga dari Stanford, merancang mesin pencarian dengan konsep baru bernama PageRank, yang memungkinkan hasil pencarian lebih relevan berdasarkan kuantitas dan kualitas tautan. Pendekatan ini lebih efektif dibandingkan direktori manual Yahoo, yang dikelola oleh tim editorial. Meskipun demikian, Page dan Brin sempat menawarkan Google ke Yahoo seharga 1 juta USD, namun ditolak karena perbedaan strategi. Yahoo yakin model bisnis mereka lebih aman dan tidak ingin mengadopsi teknologi Google yang terpisah.

Pada tahun 2002, Google kembali ditawarkan ke Yahoo dengan harga 3 miliar USD, namun Yahoo kembali menolak, percaya mereka bisa mengembangkan mesin pencari yang lebih baik. Penolakan ini menjadi blunder karena Yahoo kemudian kesulitan bersaing dan harus bermitra dengan Google. Namun, kemitraan ini justru memperbesar eksposur Google, yang semakin dominan di dunia mesin pencari, sementara Yahoo terjebak dalam dilema antara fokus pada bisnis inti atau memperluas layanan.

Di bawah kepemimpinan Tim Koogle dan Terry Semel, Yahoo mencoba menjadi portal dengan berbagai layanan seperti email, berita, dan hiburan, sambil mengabaikan pengembangan teknologi pencarian. Sementara itu, Google terus fokus pada algoritme pencariannya dan memperkenalkan layanan baru seperti AdWords, yang mengubah lanskap periklanan digital. Google kemudian berhasil mengumpulkan dana 1,67 miliar USD melalui IPO pada tahun 2004 dan memperluas layanannya dengan Gmail, Google Maps, dan AdWords.

Di sisi lain, Yahoo yang berusaha melawan dengan mengakuisisi Overture Services pada tahun 2004, terlambat karena Google sudah lebih dulu menarik perhatian pengguna dan pengiklan. Yahoo semakin kehilangan fokus dengan berbagai akuisisi seperti Flickr dan Delicious, yang gagal diintegrasikan ke dalam ekosistem mereka. Akibatnya, Yahoo semakin terpecah dan kehilangan arah, sementara Google terus tumbuh menjadi raksasa teknologi dengan visi yang jelas dan kepemimpinan yang kuat.

Pada tahun 2008, Yahoo menolak tawaran akuisisi dari Microsoft sebesar 45 miliar USD, meskipun performanya semakin menurun. Sementara itu, Google terus berkembang dengan inovasi-inovasi seperti Google Maps dan Android, yang semakin memperkuat posisinya di pasar. Di tahun-tahun berikutnya, Yahoo terus berusaha bangkit dengan berbagai restrukturisasi di bawah beberapa CEO, termasuk Marissa Mayer, namun gagal mengatasi kemerosotan yang semakin dalam. Pada tahun 2016, Yahoo akhirnya dijual ke Verizon seharga 4,48 miliar USD, menandakan akhir perjalanan tragis Yahoo sebagai pionir di dunia internet.

Kini, giliran Google menghadapi tantangan dari perusahaan-perusahaan baru yang mengandalkan teknologi AI. Perusahaan seperti Perplexity AI menawarkan alternatif pencarian berbasis AI yang lebih segar, sementara OpenAI dengan Search GPT-nya mencoba mengubah cara orang berinteraksi dengan mesin pencari. Google merespons dengan meluncurkan Gemini AI yang terintegrasi ke seluruh ekosistem mereka, namun apakah itu cukup untuk menahan laju perkembangan pesaing-pesaing baru ini?

Ada tiga pelajaran yang dapat kita ambil dari perjalanan Yahoo dan Google. Pertama, kesuksesan bisnis tergantung pada kemampuan memahami kebutuhan pengguna. Kedua, fokus pada kekuatan utama lebih baik daripada merambah ke segala arah tanpa arah yang jelas. Dan ketiga, kepemimpinan yang konsisten dan visioner adalah kunci untuk bertahan dan berkembang di tengah persaingan yang ketat.

Baca juga:

Sejarah mengajarkan kita untuk selalu membuka mata dan telinga terhadap perubahan pasar dan kebutuhan pelanggan. Jika perlu, ubah strategi bahkan visi untuk menghadapi tantangan yang terus berubah, dan beradaptasilah dengan bijak serta penuh kesadaran. [isr]

 

Ikuti Google News dan KabaPadang dari Kabapedia Network