Kapolda Sumatra Barat, Inspektur Jenderal Suharyono, mengungkapkan bahwa kasus ini terjadi di tengah operasi penindakan tambang galian C ilegal yang dilakukan oleh Ulil dan timnya. Aktivitas tambang di wilayah Solok Selatan memang menjadi perhatian karena beberapa di antaranya diduga beroperasi tanpa izin. Namun, sebagian lainnya memiliki izin yang memicu perdebatan hukum lebih lanjut.
“Ini sesuatu yang tidak kami duga. AKP Ulil telah menunjukkan dedikasi dan bahkan menerima penghargaan atas upayanya menindak tambang ilegal,” kata Suharyono kepada awak media di Padang, Sabtu (23/11/2024).
Namun, dalam perjalanan operasi tersebut, terjadi ketegangan antara Ulil dan Dadang. Kombes Pol Andri Kurniawan, Direktur Reserse Kriminal Umum (Direskrimum) Polda Sumbar, menjelaskan bahwa Dadang diduga marah karena rekannya, seorang sopir yang membawa hasil tambang ilegal, ditangkap oleh tim Ulil. Dadang sempat meminta agar sopir tersebut dibebaskan, tetapi permintaannya diabaikan. Hal ini diduga menjadi motif utama penembakan.
Penyelidikan dan Fakta yang Terungkap
Dalam proses penyelidikan, tujuh orang telah diperiksa, termasuk Dadang, beberapa anggota tim Ulil, serta Kapolres Solok Selatan. Di lokasi kejadian, polisi menemukan total delapan selongsong peluru, dengan dua berada di tempat penembakan Ulil dan enam lainnya di rumah dinas Kapolres.
Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo memastikan bahwa kasus ini akan diusut tuntas. “Saya sudah meminta Propam Polri turun langsung, dan penyelidikan terus berjalan, termasuk mendalami dugaan adanya konflik kepentingan terkait tambang ilegal,” katanya.
Sementara itu, LBH Padang menyoroti aspek transparansi dalam penanganan kasus ini. Ketua LBH Padang, Indira Suryani, menegaskan bahwa kasus ini bisa menjadi “tamparan hebat” bagi institusi kepolisian jika terbukti melibatkan “bekingan” terhadap tambang ilegal. “Polisi pasti tahu ada tambang-tambang ilegal, karena itu sangat kasat mata,” ujarnya.
Tambang Ilegal dan Dampaknya
Tambang ilegal di Solok Selatan telah lama menjadi masalah. Berdasarkan data Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi, pada 2020 saja, wilayah ini kehilangan tutupan hutan seluas 4.795 hektare akibat aktivitas tambang ilegal. Kehilangan ini diperkirakan terus meningkat.
Jika kasus ini membuktikan adanya hubungan antara penegakan hukum yang lemah dan perlindungan terhadap tambang ilegal, ini akan memperkuat tuduhan bahwa aparat terlibat dalam melanggengkan kegiatan tersebut. LBH Padang mendesak agar langkah tegas diambil terhadap siapa pun yang terlibat.
Apa Motifnya?
Motif penembakan dan konflik internal yang diduga berakar pada tambang ilegal masih menjadi fokus utama penyelidikan. Dalam perkembangan terbaru, Bareskrim Polri juga telah mengirimkan tim khusus untuk mendalami kasus ini.
Baca juga:
- Anggota DPRD Solok Dipolisikan Atas Dugaan Hina Bupati Epyardi Asda
- Mantan Bupati Solsel Laporkan Akun TikTok ke Polda Sumbar, Ada Motif Politik
Apakah kejadian ini murni masalah pribadi, atau mencerminkan masalah sistemik yang lebih besar, waktu yang akan menjawab. Namun, satu hal pasti: insiden ini telah membuka kembali perdebatan tentang tambang ilegal dan dugaan keterlibatan aparat dalam aktivitas tersebut. [isr]
Ikuti Google News dan KabaPadang dari Kabapedia Network