Ferry Irwandi: BP Tapera 100% Gagal dalam Matematika

oleh -574 Dilihat
Ferry Irwandi: BP Tapera 100% Gagal dalam Matematika. Ilustrasi [Grafis: Dok. Its]

Jakarta, Kabapedia.com – Apakah Anda pernah mendengar tentang skema Ponzi? Jika ya, maka Anda mungkin memahami betapa meresahkannya skema tersebut. Skema Ponzi adalah sistem investasi penipuan di mana keuntungan bagi investor awal dibayarkan dari uang yang diinvestasikan oleh investor baru, bukan dari keuntungan yang dihasilkan oleh kegiatan bisnis yang sah. Ketika akhirnya tidak ada cukup investor baru, skema ini runtuh, meninggalkan banyak korban tanpa uang mereka.

Baca juga:

Sejarah mencatat banyak kasus terkenal dari skema Ponzi, seperti Charles Ponzi dan Bernard Madoff, yang merupakan contoh terbesar. Namun, di sini kita tidak akan membahas skema Ponzi secara mendetail, melainkan akan fokus pada isu yang lebih relevan dan mengkhawatirkan saat ini di Indonesia: yakni BP Tapera yang diulas Ferry Irwandi pemerhati bisnis bersama Jerome Polin di kanal YouTubenya.

BP Tapera dan Masalah yang Mengemuka

Baru-baru ini, Tempo mempublikasikan sebuah artikel yang menyebutkan bahwa pada tahun 2021, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan ada 124.960 pensiunan PNS yang belum menerima pengembalian dana tabungan perumahan sebesar Rp567,5 miliar. Ini menimbulkan banyak pertanyaan tentang ke mana uang tersebut, apakah penerimanya telah mendapatkan haknya, dan bagaimana distribusinya.

“Skema ini, yang dikenal sebagai Bapertarum untuk PNS, kini telah berkembang menjadi BP Tapera yang mencakup lebih banyak kelompok pekerja,” beber Ferry Irwandi.

Komisioner Tapera menyatakan bahwa skema ini tidak untuk mengansur kredit pemilikan rumah (KPR) melainkan untuk memberikan subsidi bunga agar bunga KPR tetap di angka 5%. Namun, pertanyaan besar muncul: mengapa ini menjadi tanggung jawab masyarakat, bukan tanggung jawab developer atau bank pemberi pinjaman?

Analisis Ekonomi dan Dampaknya

Menurut perhitungan ekonomi, menabung 3% dari pendapatan hingga pensiun tidak akan cukup signifikan untuk membeli rumah. Ini karena, selain skema ini bukan untuk angsuran KPR, kenaikan gaji rata-rata pekerja setiap tahunnya tidak sebanding dengan kenaikan harga properti. Mari kita bahas lebih dalam:

Definisi dan Tujuan Tapera

Secara teori, BP Tapera bertujuan untuk menyediakan hunian layak dan terjangkau bagi seluruh warga negara Indonesia, terutama mereka yang berpenghasilan rendah. Namun, konsep ini sudah ada sejak tahun 1993 dengan nama Bapertarum PNS, yang hanya berlaku untuk PNS. Seiring berjalannya waktu, pada tahun 2016 UU Tapera disahkan, dan pada tahun 2020, PP No. 25 tentang Tapera diterbitkan, memperluas jangkauan kepesertaan hingga pekerja swasta, pekerja mandiri, bahkan pekerja asing.

Keterjangkauan Rumah dan Backlog Perumahan

Masalah utama dengan Tapera adalah bahwa pemerintah tidak menjamin ketersediaan suplai rumah. Hingga saat ini, terdapat backlog perumahan yang cukup besar di Indonesia. Pada tahun 2022, ada 11 juta unit backlog perumahan, mayoritas berasal dari masyarakat berpenghasilan rendah.

Kondisi backlog ini menunjukkan ketidakcocokan antara permintaan dan suplai rumah. Dengan adanya kewajiban Tapera, permintaan terhadap rumah akan meningkat, tetapi tanpa suplai yang memadai, backlog akan semakin memburuk.

Simulasi Keuangan Tapera

Dengan asumsi gaji seorang pekerja Rp5 juta per bulan, iuran Tapera sebesar 2,5% akan menghasilkan tabungan sebesar Rp125.000 per bulan. Jika dihitung selama 37 tahun, jumlah yang terkumpul adalah sekitar Rp55,5 juta. Bahkan dengan kenaikan gaji atau bunga investasi yang tinggi, jumlah ini tetap tidak mencukupi untuk membeli rumah.

Menurut Ferry Irwandi skema BP Tapera, meskipun dimaksudkan untuk membantu masyarakat mendapatkan rumah, memiliki banyak kelemahan yang perlu diperbaiki. Kenaikan harga properti yang lebih cepat daripada kenaikan gaji, ketidakpastian suplai rumah, serta distribusi dana yang tidak jelas menjadi masalah besar.

“Pemerintah perlu mendengarkan kritik dan masukan dari masyarakat serta melakukan penyesuaian yang diperlukan agar program ini benar-benar efektif dan bermanfaat,” ujar dia.

Baca juga:

Dengan mempertimbangkan semua faktor ini, jelas bahwa BP Tapera dalam bentuknya saat ini gagal memberikan solusi yang tepat bagi permasalahan perumahan di Indonesia. Upaya yang lebih transparan dan terencana dibutuhkan untuk memastikan setiap warga negara memiliki akses ke hunian yang layak. [isr]

 

Ikuti Google News dan berita Kabapedia Network di KabaPadang