Walau Ditolak IDI se-Indonesia, DPR Sahkan UU Kesehatan

oleh -1352 Dilihat
Rapat Paripurna pengesahan RUU Kesehatan menjadi Undang-undang. [Foto. Dok. DPR RI]

Jakarta, Kabapedia.com – Walau ditolak Ikatan Dokter Indonesia (IDI) se Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI tetap mengesahkan Rancangan Undang-undang (RUU) Kesehatan menjadi Undang-undang (UU).

Pengesahan UU yang dinilai tidak pro dengan tenaga kesehatan tersebut dilakukan saat Rapat Paripurna yang digelar di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/7/2023).

Meski besarnya suara penolakan, Ketua DPR RI Puan Maharani pun memastikan jika seluruh hak-hak tenaga kesehatan (Nakes) tidak akan hilang dalam UU Kesehatan yang telah disahkan tersebut.

Pengesahan Omnibus Law UU Kesehatan dilakukan dalam Rapat Paripurna (Rapur) Masa Persidangan V Tahun Sidang 2022-2023 yang digelar di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/7/2023). Rapat Paripurna dipimpin langsung oleh Ketua DPR RI Puan Maharani.

Rapat Paripurna pun dihadiri oleh Wakil Ketua DPR Lodewijk F Paulus dan Rachmat Gobel. Dalam rapat tersebut, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin dan sejumlah menteri juga turut hadir.

Pengesahan RUU Kesehatan menjadi UU diawali dengan pembacaan laporan hasil pembicaraan tingkat I atas RUU Kesehatan. Laporan tersebut disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi IX DPR sekaligus Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU Kesehatan, Emanuel Melkiades Laka Lena.

Usai penyampaian laporan tersebut, Puan lalu membacakan soal komposisi fraksi yang setuju dan tidak setuju dengan RUU Kesehatan.

Ia juga mempersilakan fraksi-fraksi yang menolak dan fraksi yang menyetujui dengan catatan menyampaikan pendapatnya. Setelah itu, Puan menanyakan persetujuan anggota dewan terhadap pengesahan RUU Kesehatan menjadi UU. Anggota DPR yang hadir menyatakan setuju.

“Apakah Rancangan Undang-Undang Kesehatan dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?” tanya Puan selaku pimpinan sidang. “Setuju,” jawab peserta rapat dilanjutkan dengan ketokan palu sidang dari Puan tanda UU Kesehatan telah resmi disahkan oleh DPR.

Puan pun menekankan, setiap aspirasi yang diberikan oleh pelaku pelayanan kesehatan sudah dipertimbangkan dalam butir-butir pasal yang dimuat dalam UU Kesehatan.

“Hak-hak bagi Nakes yang sebelumnya telah dicantumkan dalam UU Kesehatan tidak akan hilang dalam UU ini. Justru hak-hak bagi nakes akan ditingkatkan dalam hal pemberian kesejahteraan demi kelangsungan hidup yang lebih baik lagi,” kata Puan.

Ditolak IDI 

Audiensi pengurus IDI Wilayah Sumatra Barat (Sumbar) dengan DPRD Sumbar terkait RUU Omnibus Law Kesehatan dihentikan pemerintah. [Foto: Kabapedia.com]
Diketahui, sebelumnya organisasi profesi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dari awal sudah menentang RUU tersebut. Gelombang penolakan juga terjadi di tubuh IDI di semua daerah, termasuk di Provinsi Sumatra Barat (Sumbar).

Sebelumnya, IDI Wilayah Sumbar menyuarakan penolakan agar pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Kesehatan dihentikan pemerintah.

Sama halnya seperti pernyataan resmi IDI Sumbar yang telah disiarkan beberapa hari lalu, di hadapan DPRD Sumbar, IDI Sumbar tetap meminta penghentian pengesahan RUU Omnibus LAW Kesehatan.

“IDI Sumbar sendiri meminta penghentian pengesahan RUU Omnibus LAW Kesehatan karena sejumlah alasan, di antaranya banyak pasal-pasal yang dianggap berpotensi merugikan Tenaga Kesehatan,” tegas Ketua IDI Wilayah Sumbar, DR. Dr. Roni Eka Sahputra, Sp.OT (K-Spine) saat berdialog dengan Wakil Ketua DPRD Sumbar, Suwirpen Suib di PDRD Sumbar, pada pertengahan Maret 2023 lalu.

Roni Eka menjelaskan, dalam draf RUU Omnibus Law Kesehatan banyak pasalnya yang berpotensi merugikan Tenaga Kesehatan.

Kerugian seperti dalam Pasal 326, pasien memiliki hak meminta ganti rugi langsung kepada dokter jika merasa dirugikan (alternatif penyelesaian sengketa diluar pengadilan).

Selanjutnya di pasal 327 ditambahkan kalau ada sengketa, ditempuh sebuah cara yang disebut alternatif Penyelesaian Sengketa (APS), diluar pengadilan. Di sini terjadi negosiasi, tawar menawar dan tidak menghilangkan hak tuntutan perdata.

Tak hanya sampai disitu, di Pasal 328 yang terdapat di Draf RUU dikatakan jika pasien tidak merasa puas walaupun sudah diselesaikan lewat Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS), Tenaga Kesehatan masih bisa dituntut secara perdata maupun pidana di pengadilan.

Baca juga: Datangi Dewan, IDI Sumbar: RUU Omnibus Law Kesehatan Mengancam Nasib Tenaga Medis

“Hal ini tentu akan menyebabkan banyak masalah dan persoalan kedepannya,” tegas Eka. [isr]

 

 

Ikuti Kabapedia.com di Google News

No More Posts Available.

No more pages to load.