Reksadana Scam? Cari Tahu Apa itu Reksadana dan Tips Investasi

oleh -787 Dilihat
Reksadana Scam? Cari Tahu Apa itu Reksadana dan Tips Investasi. [Grafis: YouTube/Satu Persen - Indonesian Life School]

Jakarta, Kabapedia.com – Reksadana Scam? Apa betul. Yuk cari tahu apa itu reksadana dan tips investasi pada reksadana. Dalam beberapa waktu terakhir, semakin banyak influencer yang mengangkat isu mengenai kerugian investasi pada reksadana saham. Beberapa dari mereka bahkan mengaku menyesal telah merekomendasikan reksadana saham.

Baca juga:

Wawan Afid Syaifudin, seorang dosen dan praktisi di dunia asuransi dan pasar modal mengungkapkan, “Saya merekomendasikan reksadana obligasi untuk pemula, bukan saham. Reksadana saham justru memberikan return yang lebih rendah.”

Sejumlah kritik terhadap reksadana saham menunjukkan bahwa return yang dihasilkan seringkali tidak sebanding dengan risiko yang diambil. “Secara logika, reksadana saham harusnya memberikan return yang lebih tinggi, tapi kenyataannya justru sebaliknya,” kata Wawan dalam video di kanal YouTube Satu Persen – Indonesian Life School, dilansir Kabapedia.com, Rabu (17/7/2024).

Banyak video edukasi yang menyebutkan bahwa reksadana adalah investasi yang mudah dan tidak memerlukan banyak pemikiran, cukup menabung selama bertahun-tahun. Salah satu video dari kanal 1% juga telah membahas reksadana secara umum beberapa tahun lalu. Namun, opini beberapa influencer mulai berubah, terutama mengenai reksadana saham.

“Penting untuk diingat bahwa setiap investasi pasti memiliki risiko,” ujar seorang pakar keuangan. Menariknya, baru-baru ini juga muncul berita tentang sisi gelap reksadana yang sering tidak diketahui oleh investor ritel. Beberapa media melaporkan bahwa ada perusahaan besar yang bangkrut akibat salah investasi di reksadana atau menggunakan reksadana sebagai alat untuk manipulasi.

Contohnya adalah kasus Jiwasraya yang merugikan negara hingga triliunan rupiah karena kegagalan investasi bukan hanya di saham, tapi juga di reksadana. “Kasus Jiwasraya menunjukkan betapa besar risiko yang bisa ditimbulkan oleh investasi yang tidak transparan,” kata Wawan yang juga analis keuangan tersebut.

Dia menjelaskan dasar-dasar reksadana saham, manfaat, dan risikonya. Ia mengingatkan, “Sebagai investor ritel, penting untuk memahami risiko yang terkait dengan setiap aset.” Ia juga menyoroti masalah transparansi dalam reksadana, dimana investor seringkali tidak bisa mengetahui secara detail saham apa saja yang dibeli dengan uang mereka.

“Saya membaca beberapa artikel yang menyebutkan bahwa daftar saham yang dibeli oleh reksadana seringkali tidak sepenuhnya diungkapkan,” ujar Wawan. Ia juga menyoroti masalah likuiditas, di mana waktu pencairan dana reksadana saham bisa memakan waktu antara 3 hingga 7 hari, tergantung seberapa likuid saham-saham yang ada dalam portofolio reksadana tersebut.

“Jika ada penarikan dana secara masif, manajer investasi mungkin kesulitan mencairkan dana dengan cepat,” jelasnya. Ini berbeda dengan reksadana pasar uang atau reksadana pendapatan tetap yang biasanya bisa dicairkan dalam 1 hingga 2 hari.

Masalah lainnya adalah biaya-biaya yang terkait dengan investasi reksadana, seperti subscription fee, transaction fee, management fee, switching fee, dan redemption fee. “Investasi reksadana memang tidak gratis. Ada banyak biaya yang harus dipertimbangkan sebelum memutuskan untuk berinvestasi,” ungkapnya.

Meskipun reksadana menawarkan banyak manfaat seperti kemudahan investasi dan pengelolaan dana oleh manajer investasi profesional, ada juga risiko yang perlu diperhatikan. “Beberapa reksadana saham bahkan mengalami penurunan nilai hingga 80%,” kata Wawan.

Penting bagi investor untuk selalu membaca dan memahami prospektus reksadana sebelum berinvestasi. “Cari manajer investasi yang terpercaya dan transparan dalam mengelola dana,” sarannya.

Baca juga:

Bagi para konsumen, pertanyaan yang perlu dijawab adalah apakah mereka sudah menyadari risiko dan regulasi terkait investasi reksadana. “Jangan sampai para pemula menjadi korban karena kurangnya pemahaman tentang risiko likuiditas,” tutup Wawan. [isr]

 

Ikuti Google News dan berita Kabapedia Network di KabaPadang