Oleh: Fadhilah, S.Psi, M.Pd.I
Tak terasa kaum muslimin sudah memasuki 10 terakhir bulan Ramadan. Waktu yang diberikan Rasulullah “warning” agar mengencangkan ikat pinggang dan menaikkan kembali motivasi mengejar keistimewaan penghulu dari bulan ini.
Ada sebuah hadits dari Aisyah; “Rasulullah SAW ketika masuk 10 hari terakhir bulan Ramadhan, mengencangkan kain bawahnya, menghidupkan malamnya, dan membangunkan keluarganya (muttafaq ‘alaih).
Baca juga:
- ‘Ibu’ Pegawai Tetap Tanpa Gaji (PTTG) Dalam Keluarga (Mengenang Jasa Ibu di Hari Ibu)
- 1 Muharram, Saatnya Menanamkan Nilai Hijrah pada Anak
Hadits ini memiliki pesan bahwa Rasul disaat tersebut mengurangi makan, tidur, dan tidak mendekat pada istrinya. Di 10 terakhir bulan Ramadhan, Rasulullah hanya fokus untuk beribadah kepada Allah SWT.
Dalam berbagai sumber dijelaskan bahwa: “mengencangkan ikat pinggang” adalah bahasa simbolik. Menurut Imam Al-Ghazali, kualitas diri seseorang itu ada tiga tingkat sebagai berikut: (1) Tingkat Fisik Jasmaniyah (mengendalikan diri dari lapar dan dahaga serta tidak melakukan hubungan seksual bagi suami istri saat menjalani ibadah puasa). (2) Mengendalikan panca indra (penglihatan, pendengaran, penciuman, dan lainnya, semuanya tertuju hanya kepada Allah SWT semata. (3) Mengontrol hati dan pikiran (ketika pengendalian diri tinggi, maka tingkat spiritualitas puasa juga meningkat).
Adapun yang ingin penulis ingin sampaikan dalam tulisan singkat ini adalah, marilah kita tingkatkan “kesadaran” ketika sudah memasuki 10 terakhir malam Ramadhan ini. Dalam istilah psikologi positif “kesadaran” atau lebih tepatnya “berkesadaran” atau istilah asingnya mindfulness adalah suatu keadaan dimana pikiran dan perasaan yang hidup sepenuhnya di masa sekarang.
Atau kata lainnya, mindfulness bertujuan membuat seseorang lebih fokus dan memusatkan perhatian terhadap situasi saat ini, menerimanya apa adanya (tidak menghakimi). Jadi mindfulness adalah tentang memberikan perhatian pada apa yang ada, bukan pada yang belum ada atau bahkan tidak ada. Jika mindfulness dilakukan secara tepat dan benar kesehatan mental-pun akan di dapat.
Kenapa penulis memberi penekanan diri ini dan pembaca agar tingkatkan mindfulness di 10 terakhir Ramadhan? Bagaimana tidak, godaan di hari-hari mendekati hari ‘Idul Fitri atau yang dikenal orang Indonesia “Hari Raya” atau “Hari Lebaran” amatlah besar. Terlebih jika muslim yang berpuasa ini minim ilmu yang mumpuni hakikat diperintahkannya berpuasa ini.
Baca juga:
Sehingga sunnah Nabi yang memerintahkan secara simbolik “mengencangkan ikat pinggang” yang penulis kutip tadi juga menguap tak berbekas pengamalannya karena THR oleh para pegawai sudah masuk, dampaknya semua pikiran dan angan-angan sudah tertuju kepada Hari Raya atau Hari Lebaran yang juga meminta pengeluaran “dilebarkan” untuk kebutuhan yang sifatnya duniawi, bukan untuk hal yang substantive sebagaimana tujuan berpuasa…La’allakum tattaqun.
Semoga dengan jalankan 10 terakhir Ramadhan dengan penuh mindfulness atau berkesadaran (bukan mindless atau lalai) penulis dan pembaca memperoleh keistimewaan di sepuluh terakhir ini. Selamat menjemput berkah akhir Ramadan. [***/Kpd]
Tentang Penulis: (Akademisi pada Program Studi Psikologi UIN Imam Bonjol Padang- E-mail: [email protected])
Ikuti Kabapedia.com di Google News