Strategi Anti-Trend Uniqlo Bikin ZARA Tekuk Lutut!!

oleh -1648 Dilihat
Salah satu produk fesyen Uniqlo yang ada di salah satu toko di Jepang. [Foto: Dok. Uniqlo]

Jakarta, Kabapedia.com – Belakangan ini saat banyak toko fesyen yang gulang tikar, tetapi Uniqlo jusru menambah jumlah tokonya. hal ini membuat Fast Retailing sebagai perusahaan induk Uniqlo memiliki valuasi USD 105 miliar per Maret 2021, dan untuk pertama kalinya bisa menyalip valuasi Zara.

Karena malah meningkat di saat pandemi Covid-19, nilai brand Uniqlo melonjak dari USD 8,1 miliar pada tahun 2018 menjadi USD 13 miliar. Waw, inovasi apa yang membuat Uniqlo moncer di tengah persaingan ketat industri fasyen. Bagaimana Uniqlo membangun positioningnya? Nah, pertanyaan tersebut bakal kita jawab pada ulasan kali ini, dilansir Kabapedia.com dari video YouTube, Dr. Indrawan Nugroho.

Dr. Indrawan Nugroho yang juga praktisi bisnis kenamaan tanah air ini mengawali ulasannya dengan kisah awal kelahiran Uniqlo, sebagai perusahaan Regal fashion. Kemudian dilanjutkan dengan menyimak strategi bisnis yang mereka terapkan, lalu lebih dalam kita bahas bagaimana mengoptimalkan dukungan teknologi, dan selanjutnya kita pahami tantangan serta masalah yang mereka hadapi. Terakhir kita akan kaji pelajaran penting dari perjalanan bisnis Uniqlo.

Sejarah Kelahiran Uniqlo

Pada tahun 1949 seorang lelaki di Jepang bernama Hitoshi Yanai mendirikan toko pakaian pria sederhana namanya Oguri Souji. Dalam perjalanan bisnisnya Hitoshi kemudian melibatkan putranya Tadashi Yanai untuk memimpin perjalanan Oguri Souji.

Lalu Tadashi mengubah Oguri Souji menjadi toko fashion unisex yang bernama Unique Clothing Warehause. Perubahan itu membuat toko Tadashi menarik perhatian lebih banyak konsumen, karena menawarkan beragam pilihan pakaian wanita dan juga pria.

Belakangan kemudian Tadashi menyadari bahwa merk itu kepanjangan dan susah diingat. Padahal dia paham betul sebuah brand harus sederhana dan menarik. Sehingga pada tahun 1988 Tadashi memutuskan untuk mengubah Unique Clothing Warehause menjadi Uniqlo.

Nah lucunya sewaktu merek baru itu didaftarkan ada typo (kesalahan), huruf c malah menjadi q. Namun typo itu justru diterima Tadashi yang menganggap nama unik itu lebih unik dan lebih menarik. Jadi brand Uniqlo sebenarnya tercipta dari sebuah kesalahan.

Tiga tahun berlalu, tepatnya pada tahun 1991 Tadashi meresmikan Fast Retailing sebagai perusahan induk Uniqlo. Sampai suatu ketikan Uniqlo membuat pasar heboh karena mereka meluncurkan sweater berbahan flash sinteteis seharga 1.900 Yen.

Respon konsumen sangatlah luar biasa, karena sweater tersebut laku terjual sampai 2 juta helai dan itulah yang membawa Uniqlo ke puncak popularitasnya, sehingga mereka berani untuk membuka cabang di berbagai negara, termasuk di Indonesia.

Tapi yang namanya bisnis kan ya memang fluktuasi. Dan itulah yang juga dialami ketika pada awal tahun 2000-an. Penjualannya pada saat itu menurut sampai beberapa toko mereka di Inggris, khususnya harus ditutup. Situasi itu tidak membuat mereka menyerah, tetapi justru untuk terus berinovasi pada produknya. Sampai kemudian mereka akhirnya menghasilkan seri “Hesttech” pada tahun 2003 dan “Airism pada tahun 2009.

Kemudian terbukti inovasi-inovasi itu membantu Uniqlo mampu keluar dari kesulitannya dan bangkit, untuk terus-terus sampai berhasil menjadi salah satu merek retail terbesar dan paling sukses di dunia.

Strategi Bersaing Uniqlo

Sejauh ini Uniqlo dikenal karena kualitas barangnya, inovasi produknya dan juga harganya yang terjangkau. Semua itu adalah hasil dari ramuan strategi bisnis dan strategi bersaing yang mereka terapkan.

Pertama, dalam hal positioning, Uniqlo emang unik. Lalu gimana uniknya? Ternyata begini, sebagian besar pengecer fashion seperti Zara dan sebagainya, itu terbiasa berlomba mengejar dan menciptakan trend mode terbaru.

Nah, Uniqlo nggak ikutan dan mereka justru mengabaikan trend mode yang itu cepat berubah tersebut. Mereka memposisikan diri fokus pada upaya memenuhi kebutuhan dasar konsumen, dengan memproduksi dan menjual pakaian sehari-hari, yang itu mengakibatkan tahan lama dan kualitasnya tinggi.

Mereka percaya konsumen tidak hanya mempertimbangkan trend, melainkan juga fungsi dari pakaian yang akan mereka kenakan. Oeh karena itu Uniqlo misalnya, membuat pakaian anti keringat, tahan angin dan juga pakaian pelindung dari sinar UV.

Nah dalam hal produksi, Fast Retailing sebagai induk Uniqlo menerapkan strategi integrasi vertikal dan kemitraan strategis, dengan teori industri. Strategi itu dijalankan secara efektif oleh Uniglo, dengan cara mengintegrasikan semua operasi, perencanaan, operasi pengembangan material, pemasaran dan juga penjualan, menjadi satu entitas yang disebut retail manufakture.

Dengan strategi itu mereka bekerja sama erat dengan para pemasok tekstil Jepang, fasilitas manufaktur di luar negeri, dan juga para mitra lainnya. Strategi lain yang diterapkan adalah membatasi varian produk yang dihasilkan.

Variasi produk Uniqlo memang enggak sebanyak varian produk milik Zara. Tetapi Uniqlo menawarkan banyak pilihan warna pada setiap produknya. Contoh misalnya, kalau kita lihat di toko flagship Uniqlo di Tokyo. Mereka menawarkan lebih dari 50 desain kaos kaki, sehingga konsumen bisa menemukan produk yang sesuai dengan profesi mereka.

Selanjutnya, dalam strategi harga, sebanyak 28% barang Uniqlo dijual dengan harga dibawah 10 USD dan hanya sekitar 10% saja yang dijual sekitar 50 USD. Nah bandingkan dengan Zara, yang produknya dibandrol dengan harga di atas 50 USD itu mencapai 18%, dan sisanya dijual dengan kisaran 20 sampai 40 USD.

Merek lain seperti ACNM, mereka juga menawarkan produk dengan harga terjangkau, tetapi jumlahnya tidak sebanyak yang ditawarkan oleh Uniqlo.

Strategi lain diterapkan, dengan melibatkan pelanggan di dalam setiap proses bisnisnya. Mulai dari perencanaan produk sampai ke penjualan. Tim perencanaan produk mereka mereset pasar untuk memahami trend dan kebutuhan pelanggan, yang hasilnya dipakai untuk mengarahkan pengembangan dan peningkatan produk.

Uniqlo juga berupaya untuk memberikan pengalaman belanja yang nyaman dan menyenangkan bagi pelanggannya. Baik ketika belanja di tokonya maupun ketika belanja secara online.

Sesain tokonya intuitif, sedangkan platform online-nya juga dirancang untuk membuat pelanggan mudah belanja kapan saja dan dari mana saja. Ini adalah upaya ini untuk membangun hubungan kuat dengan konsumennya, agar konsumen merasa dihargai dan dipahami. Kalau konsumen sudah ngerasa seperti itu biasanya nih, dengan sendirinya mereka pasti akan loyal dan itu berarti reputasi positif bagi brand ini.

Uniqlo Adalah Perusahaan Teknologi

Dalam mengembangkan bisnisnya tentu saja Uniqlo tidak hanya mengandalkan strategi-strategi bisnis yang telah kita paparkan. Tadi mereka juga memanfaatkan sekaligus mengandalkan kemajuan teknologi yang cukup masif.

Itu sebabnya Tadashi Yanai mengatakan bahwa Uniqlo bukan sekedar brand pakaian. Melainkan juga sebuah perusahaan teknologi. Uniqlo memanfaatkan teknologi pada semua
lini operasionalnya. Mulai dari proses produksi sampai dengan proses penjualan produk di toko-tokonya.

Dengan dukungan teknologi mereka menghasilkan kain, yang disebut dengan Hesttech” membuat pemakainya merasa lebih hangat, dan juga ada “Airism kain yang nyaman dipakai dan teksturnya lembut.

Bahkan mereka juga berhasil merancang pakaian yang memiliki perlindungan terhadap pemakainya dari paparan sinar UV. Dan semua produk inovasi tersebut sudah dipatenkan. Supaya keunggulan kompetitif Uniqlo tetap bisa terus terjaga.

Begitupun dengan layanan di seluruh tokonya. Kita dapat merasakan bagaimana teknologi hadir di setiap detailnya. Mulai dari desain interior yang modern dengan pencahayaan yang cerah, sampai kelemahan pelayanan para staf di toko. Semua itu dirancang untuk memberikan pengalaman belanja yang menyenangkannya bagi pelanggannya.

Mereka juga memanfaatkan komunikasi digital, serta berinvestasi besar dalam dunia e-Commerce. Tujuannya apalagi kalau bukan untuk menjangkau pasar yang lebih luas dan meningkatkan jumlah pengunjung di situs web mereka.

Kelebihan lain dari Uniqlo dalam memanfaatkan teknologi adalah membangun big data pada sistem persediaan, dengan model just in time. Model ini mirip dengan apa yang diterapkan di sistem produksi Toyota, sehingga memungkinkan Uniqlo bisa meminimalisir pemborosan.

Sebab dengan just in time, mereka bisa memastikan apa yang akan diproduksi, kapan dibutuhkannya, dan juga berapa jumlah yang dibutuhkan. Mereka juga memanfaatkan teknologi canggih untuk menganalisis pola penjualan mingguan di setiap tokonya, dan memastikan bahwa persediaannya selalu optimal.

Ini adalah bagian dari upaya mereka untuk memahami dan memprediksi pola perilaku konsumen. Sehingga dapat meningkatkan efisiensi manajemen persediaan. Selain itu Uniqlo juga merencanakan produksi pakaian mereka hingga 1 tahun ke depan, dan memiliki tim yang langsung menangani masalah, maupun menjawab tantangan kualitas yang itu diminta oleh pelanggannya.

Tantangan Uniqloq ke Depan

Seperti bisnis lain pada umumnya, tentu saja Uniqlo tidak luput dari masalah dan tantangan. Salah satu masalah yang menghadang mereka terjadi pada tahun 2015 di China, ketika muncul dugaan adanya pelanggaran hak buruh di perusahaan pemasok Uniqlo.

Tentu saja kasus ini menjadi sorotan dan Uniqlo berjanji untuk menanganinya. Tapi berdasarkan hasil investigasi yang kemudian dilakukan, ternyata baru sebagian masalah itu yang selesai ditangani. Dan sayangnya pelanggarannya masih terus terjadi.

Selain itu Uniqlo juga dikritik karena kondisi kerja yang buruk di pabrik-pabrik mereka. Sacom dan War On Want dalam laporannya pada tahun 2016 menyebutkan adanya lembur berlebihan, upah yang rendah, kondisi kerja yang berbahaya dan manajemen represif di pabrik-pabrik mereka di China dan Kamboja.

Laporan itu tentu saja membuat banyak pihak prihatin tentang kesejahteraan pekerja dan hak-hak buruh dalam rantai pasukan Uniqlo, sekaligus menunjukkan perlu adanya perbaikan-perbaikan atau situasi tersebut.

Di luar kasus yang harus menghadapi berbagai tantangan lain sewaktu berekspansi ke Eropa. Misalnya tantangan soal perbedaan geografis dan budaya antara Jepang dan negara-negara di Eropa.

Uniqlo ditantanf harus bisa beradaptasi dengan perbedaan-perbedaan yang ada serta mengatasi masalah logistik yang timbul akibat jauhnya jarak antara kantor pusat dengan para pemasok mereka.

Tidak hanya di Eropa saja Uniqlo belum beradaptasi, karena pelanggan di luar Jepang pada umumnya harus mendapatkan edukasi tentang nilai-nilai jual yang unik dan strategi bisnis Uniqlo.

Misalnya tentang konsep model yang umumnya mengikuti trend, padahal Uniqlo harus berfokus pada model-model produk yang tidak mudah rusak. Meskipun dihadapkan pada berbagai tantangan dan masalah yang harus dihadapi, sejauh ini Uniqlo berhasil menembus peringkat ke-4 brand fashion dengan jumlah sales yang terbesar. Posisinya berada di bawah Zara dan H & M. Akan tetapi para analis optimis terhadap pertumbuhan ini masa depan.

Analisis Sun Tanaka dari SMBC Center menyebutkan, bahwa strategi Uniqlo yang berfokus pada pasar Asia, berpeluang meraih sukses meskipun menghadapi tantangan seperti kenaikan biaya komuditas dan ketidakpastian kepercayaan konsumen.

Sebagai induk perusahaan, Fast Retailing dianggap memiliki keunggulan karena mampu menghasilkan produk berkualitas tinggi, volume tinggi dan harga yang terjangkau, dan cocok untuk konsumen Jepang.

Tiga Pelajaran Penting Uniqlo

Dari kisah Uniqlo ada beberapa pelajaran penting yang bisa kita ambil. Pertama Uniqlo berhasil menciptakan keunggulan kompetitif, dengan mengadopsi strategi blue ocean.

Mereka mengambil pendekatan yang berbeda dari pesaingnya, dengan cara fokus pada pelanggan yang memerlukan produk keseharian yang berkualitas tinggi dan tidak ikut berlomba mengejar trend mode terbaru.

Nah, dalam hal ini sebagai pengusaha kita jadi diingatkan ya bahwa kita harus bisa menciptakan positioning unik, dan memfokuskan bisnis kita pada upaya memenuhi kebutuhan konsumen yang belum tergarap di pasar, dengan tentu saja memberikan nilai tambah yang menarik.

Kedua, Uniqlo telah mengambil keuntungan dari penerapan teknologi canggih dalam berbagai aspek bisnis mereka. Mulai dari manufaktur sampai dengan pengalaman pelanggan.

Mereka berhasil mengembangkan produk inovasi tekstil seperti Hesttech dan Airism, yang menawarkan manfaat praktis kepada para pelanggannya. Dalam era digital sekarang memang teknologi dapat digunakan untuk meningkatkan efisiensi operasional, pengalaman
pelanggan dan juga pengembangan produk. Maka menjadi penting bagi kita untuk terus mengikuti perkembangan teknologi dan mengeksplorasi cara-cara baru dalam memanfaatkannya di bisnis kita.

Pelajaran ketiga, Uniqlo berhasil menerapkan strategi integrasi vertikal, dengan mengintegrasikan operasi perencanaan, pengembangan material dan pemasaran dan penjualan menjadi satu entitas.

Lahkan ini telah membuat mereka memiliki kendali lebih besar atas rantai pasokan dan bisa memastikan kualitas, serta kelancaran produksinya dengan memiliki kendali penuh atas produksi.

Baca juga: Kisah Reinkarnasi BlackBerry: Mantan Raja Smartphone yang Berubah jadi Perusahaan Cyber Ternama Dunia

Dengan memiliki kendali penuh pada produksi, Uniqli memiliki kendali penuh dan perusahaan dapat merespon perubahan pasar dengan cepat, dan di saat yang sama meningkatkan keberlanjutan bisnisnya. [isr]

 

 

Simak berita Kabapedia.com di Google News

No More Posts Available.

No more pages to load.