Oleh: Winbaktianur
Menikmati secangkir kopi di pagi atau sore hari, ditemani sepiring gorengan atau martabak, alangkah sedapnya. Kopi, menjadi bagian hidangan yang senantiasa ada di tiap banyak kegiatan kumpul-kumpul. Bagi penyuka kopi, ibarat menyeruput kenikmatan tiada duanya. Namun pernahkah kita peduli dengan jenis kopinya? Barangkali hanya sedikit saja yang punya perhatian, sebagian lebih fokus kepada merek atau warung kopinya.
Aroma dan kenikmatan kopi nusantara sudah tak diragukan lagi, sebut saja kopi Aceh Gayo atau kopi Arabika Toraja, atau kopi Mandailing. Apalagi kopi arabika atau robusta, sudah sangat akrab di lidah pencinta kopi. Bagaimana dengan liberika dan ekselsa? Tidak terlalu akrab di telinga maupun lidah penikmat kopi.
Baca juga: Menyiapkan Diri Menjadi Entrepreneur Muda
Satu di antara sedikit daerah penghasil kopi Liberika di Indonesia ada di Desa Kedaburapat Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau. Kopi liberika Meranti ini berasal dari Desa Kedaburapat yang merupakan bagian dari Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau. Pembeda utama dengan jenis kopi lain adalah kopi Liberika Meranti ini dibudidayakan di dataran rendah yang hanya memiliki ketinggian hanya sekitaran satu meter dari permukaan laut. Bahkan, kopi ini ditanam di atas lahan gambut, padahal lahan gambut termasuk kurang subur karena tingginya tingkat keasaman dan rendah kebasaannya.
Istimewanya, konon di Indonesia hanya ada dua daerah yang berhasil melakukan inovasi budidaya kopi di lahan gambut, yaitu Kuala Tungkal, Provinsi Jambi dan Desa Kedaburapat ini. Kopi Liberika Meranti yang oleh masyarakat setempat dulunya mengenal dengan nama kopi Sempian telah mengantongi hak paten dan sertifikat Indikasi Geografis (IG).
Kopi berasal dari Liberia, Afrika Barat yang dibawa ke Indonesia oleh bangsa Belanda pada abad ke-19 untuk menggantikan kopi arabika yang terserang penyakit karat daun. Ternyata, pada tahun 1907, kopi liberika juga diserang penyakit yang sama hingga hampir semua kopi ini rusak. Puluhan tahun tenggelam, perlahan-lahan kopi Liberika kembali menjadi perbincangan dalam satu dekade ini.
Bagi penyuka kopi, namun terhalang karena ada gangguan lambung, jangan khawatir karena kopi ini digadang-gadangkan aman untuk lambung dengan tingkat kafein yang relatif rendah, hanya 0,9-1 persen saja. Jauh di bawah kopi jenis lainnya. Kelebihan lainnya, petani kopi yang telah bergabung dalam Kelompok Tani Liberika Rangsang Meranti ini menggunakan pupuk organik sehingga kualitasnya tidak lagi diragukan.
Kopi Liberika Meranti memiliki rasa yang sangat unik, berupa perpaduan kopi, nangka, dan cokelat. Walaupun kopi ini tidak ditanam bersama dengan tanaman kakao, melainkan tumbuh dalam satu lahan atau berdampingan dengan tanaman kelapa atau pinang. Di samping rasa unik yang khas, kopi ini juga berukuran lebih besar bila dibandingkan biji kopi jenis arabika maupun robusta. Kulitnya juga tebal, sehingga ukuran buah kopinya juga lebih besar. Kopi ini juga unggul, karena buah kopi lebih kuat dan dapat disimpan dalam jangka waktu lebih lama dibanding kopi lain.
Menurut pakar kopi, kopi Liberika ini memiliki beberapa karakteristik, di antaranya adalah; memiliki ukuran daun, cabang, bunga, buah maupun pohon yang lebih besar dibandingkan kopi arabika dan robusta. Kopi ini juga memiliki rasa yang kuat dan pekat dengan sentuhan manis yang lembut dan aroma yang harum dan lebih menyegarkan. Ditambah lagi memiliki tingkat keasaman rendah dan cenderung pahit serta kental. Kandungan vitamin dan mineral lebih banyak jika dibandingkan dengan jenis kopi lain. Akan tetapi, sangat sensitif terhadap serangan penyakit karat daun yang menjadi musuh utamanya.
Potensi kopi Liberika ini sangat besar untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, karena harga jual yang menggiurkan. Saat ini, untuk bubuk kopi dibanderol dengan kisaran harga Rp 180.000 hingga Rp 200.000 per kilogram. Sementara itu jika masih dalam bentuk biji kopi, dihargai sekitar Rp 40.000 hingga Rp 100.000 per kilogram, dengan tujuan utama untuk ekspor adalah negara jiran, Malaysia.
Untuk mencapai desa Kedaburapat, perjalan dapat bermula dari Pekanbaru atau Batam menuju Selat Panjang ibu kota Kabupaten Kepulauan Meranti menggunakan kapal cepat dengan waktu tempuh 3,5 jam atau kapal kayu dengan lama perjalanan 12 jam.
Dari kota Selat Panjang perjalanan dilanjutkan dengan menyeberangi laut menggunakan perahu kayu bermesin tempel, yang biasa disebut masyarakat setempat dengan sebutan Kempang menuju Pelabuhan Peranggas. Perjalanan menggunakan Kempang ini memakan waktu sekitar 15 menit jika gelombang laut sedang ramah.
Selanjutnya, pengunjung dapat menggunakan sepeda motor selama 45 menit hingga 1 jam untuk mencapai sentral kebun kopi Desa Kedaburapat. Begitu menjejakkan kaki di desa ini, mata siapa saja akan dimanjakan dengan hijau dan suburnya perkebunan kopi Liberika yang tumbuh di tanah gambut, persis di pinggir laut.
Baca juga: Pertama di Indonesia, Produk Perhutanan Sosial Sumbar Kopi Solok Radjo Hadir di Bandara
Menikmati sepiring mi sagu khas Selat Panjang ditingkahi aroma kopi Liberika Meranti memberikan kesan yang luar biasa. Datanglah pada musim panen yang mencapai puncaknya pada bulan Januari atau Februari untuk menyaksikan betapa bahagianya petani kopi di daerah ini. Jangan khawatir, kopi ini senantiasa dapat dipanen sepanjang tahun.
Tertarik untuk mencicipi kopi liberika di areal kebunnya? Kedaburapat senantiasa ramah untuk siapa saja yang berkunjung. [***]
Tentang Penulis: (Akademisi UIN Imam Bonjol Padang, Penikmat Wisata dan Budaya –
Email: winbaktianur1978@gmail.com)
Ikuti Kabapedia.com di Google News