Perang Dingin Teknologi Chip, Siapa Menang?

oleh -301 Dilihat
Perang Dingin Teknologi Chip. [Foto: Dok. Its]

Kabapedia.com – Perkembangan teknologi semikonduktor telah memicu perang dingin teknologi yang melibatkan bukan hanya perusahaan produsen chip, tetapi juga negara-negara maju. Mereka bergerak cepat untuk melindungi kepentingan negaranya dan berupaya mati-matian untuk menjadi penguasa teknologi chip.

Baca juga:

Pemenang dari perang teknologi ini akan mampu menentukan arah politik global di masa depan. Tapi, mungkinkah satu negara bisa menguasainya sendirian? Jika bisa, negara mana yang akan unggul dan bagaimana caranya? Lalu, bagaimana dengan posisi Indonesia? Apa yang bisa kita lakukan? Yuk, kita cari tahu.

Pertarungan Panas di Dunia Chip

Saat ini, sedang berlangsung pertarungan seru antara produsen-produsen chip semikonduktor. Mereka beradu inovasi, meningkatkan kapasitas produksi, dan beradu strategi dalam mengelola bisnis untuk merajai pasar chip yang sangat menggiurkan. Intel, Samsung Electronics, Qualcomm, Micron Technology, SK Hynix, dan Nvidia terlibat dalam pertarungan tersebut.

Intel, sebagai pemimpin teknologi chip komputer dan server, sedang mengejar ketertinggalannya di pasar chip data center dan AI. Mereka menggelontorkan dana besar-besaran dalam penelitian dan manufaktur chip untuk menyaingi Nvidia dan AMD.

Samsung Electronics, produsen utama chip memori, sedang melebarkan langkah menjadi contract chip manufacturer untuk bersaing dengan TSMC. Mereka gencar berinvestasi dalam teknologi canggih seperti EUV lithography untuk mempertahankan posisinya.

Qualcomm memperluas bisnisnya ke sektor otomotif dan IoT. Dikenal dengan inovasi chip modem seluler, Qualcomm menciptakan ekosistem terpadu yang luas dan meningkatkan kapasitasnya dalam AI dan edge computing.

Micron Technology dan SK Hynix berfokus pada produksi chip memori DRAM dan NAND flash, yang meningkatkan kapasitas penyimpanan dan kecepatan sambil menurunkan biaya produksi.

Nvidia terus mengembangkan kemampuan AI dan machine learning. Baru-baru ini, mereka meluncurkan B200 Blackwell chip AI terbaru, yang diklaim sebagai chip AI paling canggih, dirancang untuk meningkatkan daya komputasi dan melakukan tugas tertentu 30 kali lebih cepat. Mereka juga akan meluncurkan chip H200 di kuartal kedua tahun ini, dirancang khusus untuk meningkatkan performa AI generatif.

Kolaborasi dan Persaingan

Meskipun bersaing, perusahaan-perusahaan ini juga sering bermitra. Intel dan Qualcomm misalnya, sering berkolaborasi untuk memasarkan chipset mereka ke berbagai sektor. Nvidia mengakuisisi ARM untuk memperluas jangkauannya di pasar chip seluler dan IoT.

Namun, persaingan teknologi chip tidak hanya terjadi di area bisnis. Amerika Serikat dan China beserta negara-negara besar lainnya saling bersaing dalam kemajuan teknologi ini, bahkan saling memproteksi sumber daya yang mereka miliki.

Amerika Serikat, China, dan Uni Eropa

Amerika Serikat menerbitkan CHIPS and Science Act 2022 untuk menghidupkan kembali kemampuan manufaktur semikonduktornya dan memperkuat rantai pasokan. Namun, yang paling penting adalah untuk menyiasati kebangkitan teknologi China. Amerika berusaha mengamputasi kemampuan China dalam memproduksi sirkuit terintegrasi canggih dengan mengontrol ekspor chip dan teknologi pembuatannya.

China tidak tinggal diam. Mereka mengontrol pemanfaatan galium dan germanium, material esensial dalam pembuatan chip, dan meningkatkan kemandirian dalam teknologi semikonduktor.

Uni Eropa juga tidak mau ketinggalan. Komisi Eropa menerbitkan EU Chips Act untuk meningkatkan investasi substansial dalam ekosistem semikonduktor EU dan memperkuat kemitraan internasional. Uni Eropa berusaha memposisikan diri sebagai pemain kunci dalam geopolitik global semikonduktor dengan lebih terbuka terhadap kerja sama internasional.

Asia dan Geopolitik Semikonduktor

Di Asia, Taiwan dan Korea Selatan terseret dalam pusaran pertarungan ini. Taiwan memproduksi kurang lebih 90% chip canggih dunia, membuat situasi geopolitik di kawasan itu rawan. Industri semikonduktor Taiwan sangat krusial bagi ekonomi dan keamanan global. TSMC, didirikan oleh pemerintah Taiwan pada tahun 1987, telah menjadi pusat fabrikasi semikonduktor terkemuka.

Korea Selatan, dengan Samsung sebagai produsen semikonduktor sejak 1983, merajai pasar global sebagai pembuat chip memori nomor satu. Dukungan penuh pemerintah dan investasi masif dalam penelitian serta pengembangan membuat Samsung berada di puncak.

Kompleksitas Produksi Chip

Proses pembuatan semikonduktor sangat kompleks dan melibatkan banyak negara. Misalnya, ARM Group adalah produsen chip berbasis di Inggris, dimiliki investor Jepang, dengan tim engineer dari California dan Israel. Mereka bekerja menggunakan software desain dari Amerika, yang kemudian dikirim ke Taiwan untuk diproses menggunakan wafer silikon ultra-murni dan gas khusus dari Jepang.

Desain tersebut diukir ke dalam silikon menggunakan mesin presisi tinggi, sebagian besar diproduksi di Belanda, Jepang, dan California. Setelah chip jadi, mereka dikemas dan diuji di Asia Tenggara, sebelum akhirnya dirakit di China menjadi ponsel atau komputer.

Posisi Indonesia dalam Perang Chip

Di tengah gemuruh perang teknologi, posisi Indonesia masih berada di persimpangan dengan pilihan jalan yang belum pasti. Kita perlu bercermin pada Taiwan dan Korea Selatan, yang berhasil mengintegrasikan industri domestiknya ke dalam jaringan pasokan global semikonduktor. Dengan kebijakan cerdas, investasi dalam penelitian dan pengembangan, serta kerja sama erat antara pemerintah, industri, dan institusi pendidikan, Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi aktor penting dalam ekosistem teknologi global.

Baca juga:

Kita mesti segera meningkatkan kapasitas nasional dalam pendidikan dan riset, terutama dalam sains, teknologi, rekayasa, dan matematika (STEM). Kerja sama antara universitas, industri, dan pemerintah akan mempererat transfer pengetahuan dan aplikasi praktik inovasi. Ekspansi kerja sama internasional dapat membuka akses ke teknologi, pengetahuan, dan pasar baru.

Dengan strategi yang tepat dan langkah berani, Indonesia bisa menjadi pemain kunci dalam teknologi masa depan. Sudah waktunya kita bertindak, mempersiapkan diri, dan memanfaatkan setiap kesempatan untuk mendorong inovasi dan kemandirian Indonesia dalam kancah teknologi global. [isr]

 

Ikuti Kabapedia.com di Google News dan berita lainnya Kabapedia Network di KabaPadang