Jakarta Kabapedia.com – LDII atau Lembaga Dakwah Islam Indonesia mengusulkan agar memperkuat lima aspek di revisi UU Pengelolaan Keuangan Haji yang sedang digodok Komisi VIII DPR RI.
Sekretaris Umum DPP LDII, Dody Taufiq Wijaya mengusulkan untuk memperkuat lima aspek, Pertama, aspek kepatuhan syariah, kedua; kelembagaan, ketiga; efisiensi dan efektivitas, keempat; investasi dan yang kelima tata kelola.
Hal ini disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Panitia Kerja (Panja) Tentang Pengelolaan Dana Haji”, di Gedung DPR RI, Jakarta, pada Kamis (6/3).
Dalam rapat tersebut Komisi VIII DPR RI yang tengah menyusun RUU Perubahan atas UU No 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji. Mereka mengundang ormas-ormas Islam, antara lain MUI, PBNU, PP Muhammadiyah, dan LDII.
Dody menjelaskan terkait kepatuhan syariah, diperlukan mekanisme pengawasan yang lebih proporsional dan terukur dalam memastikan seluruh investasi dan pengelolaan dana haji memenuhi prinsip syariah.
“Penilaian oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS) harus lebih independen dan transparan,” katanya.
Ia menilai peran DPS belum terlalu kuat dalam pengambilan keputusan strategis, terkait investasi karena hanya berfungsi sebagai pengawas dan pemberi rekomendasi, dan juga perlu dilakukan Audit Syariah Compliance oleh Lembaga yang independen dan Profesional, ini biasa dilakukan oleh lembaga keuangan syariah internasional.
Dody menilai, belum ada sanksi tegas, jika terjadi ketidaksesuaian prinsip syariah dalam pengelolaan dana.
“Maka hasil pengawasan DPS harus transparan dan dipublikasikan serta perlu ada mekanisme untuk menindaklanjuti temuan-temuan dari DPS,” katanya.
Aspek kedua, terkait kelembagaan, Dody mengungkapkan, diperlukan penguatan kewenangan dan akuntabilitas lembaga. “Revisi UU No 34 Tahun 2014 perlu menegaskan fungsi pengawasan dan akuntabilitas lembaga,” tuturnya.
Dody menegaskan, lembaga apapun yang nanti akan menerima amanah UU ini, pertimbangannya adalah efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan haji dan umroh, serta pengelolaan keuangannya. Dody melanjutkan, efektivitas struktur organisasi lembaga pengelolaan keuangan haji, harus memastikan pemisahan yang jelas. “Antara fungsi pengelolaan dana dan pengawasan internal, agar tidak terjadi konflik kepentingan,” pungkasnya.
Dody juga mengusulkan untuk meningkatkan SDM yang berintegritas dan profesional dalam mendukung lembaga pengelolaan dana keuangan haji tersebut, “Mulai dari manajemen puncak hingga staf pelaksana, melalui pelatihan khusus dalam manajemen investasi syariah,” katanya.
Selanjutnya, terkait aspek efisiensi dan efektivitas, Dody mendorong untuk melakukan upaya optimalisasi pengelolaan dana haji, “Harus lebih fokus pada efisiensi operasional. Digunakan semaksimal mungkin untuk memenuhi hak dasar jamaah, perlindungan jamaah, serta meningkatkan pelayanan dan kenyamanan jamaah,” imbuhnya.
Kemudian, berbicara aspek keempat, yakni investasi pengelolaan keuangan haji, Dody menyarankan diperlukan diversifikasi investasi yang aman dan menguntungkan. “Hindari ketergantungan pada satu jenis investasi tertentu. Perluas portofolio pada sektor yang lebih stabil, seperti surat berharga, logam mulia, dan reksadana berbasis syariah, ataupun investasi langsung dengan proporsi yang terukur,” katanya.
Dody mengatakan, investasi dalam bentuk emas sangat menguntungkan karena nilainya terus bertambah dan mudah dalam pengawasannya. Bahkan, Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) belum melirik emas sebagai investasi, “Nilai pasarnya jelas dan terus bertambah. Ini sangat menguntungkan dan memudahkan pengawasan,” ujar Dody.
Dody melanjutkan, aspek terakhir adalah mengenai tata kelola. “Misalnya, diperlukan peningkatan transparansi dan akuntabilitas dalam hal publikasi laporan keuangan,” ungkap Dody.
Kemudian, diperlukan penguatan peran DPR, BPK, otoritas terkait serta stakeholder lainnya, termasuk ormas Islam untuk melaksanakan peran pengawasan. Jika ditemukan penyimpangan pengelolaan dana haji, Dody mengusulkan untuk diberikan sanksi yang jelas dan tegas.
Baca juga : Presiden Jokowi Minta LDII Dukung Pemerintahan Baru
“Berupa sanksi administratif ataupun pidana, bagi pihak yang melakukan penyelewengan, penyalahgunaan dan missmanagement, yang berdampak hilang atau berkurangnya manfaat yang diterima jamaah,” imbuhnya.
Dody juga mengusulkan diberikan akses keterlibatan masyarakat dan jamaah haji. “Tingkatkan keterlibatan publik, melalui mekanisme masukan dan partisipasi dalam pengelolaan dana haji. Misalnya melalui keterangan publik yang diadakan secara berkala oleh lembaga yang diberikan amanat UU,” katanya.
Baca juga : LDII: Kurban Bentuk Kesalehan Sosial dan Individu
Dody menyimpulkan, revisi UU No 34 Tahun 2014, harus berfokus pada peningkatan kepatuhan syariah, penguatan kelembagaan, peningkatan efisiensi dan efektivitas, optimalisasi investasi serta sanksi yang jelas terhadap ketidaksesuaian pengelolaan dana haji.
Dody menegaskan, LDII mengusulkan kelembagaan yang kuat dan akuntabel. Ia tidak mempermasalahkan pengelola dana haji digabung dengan lembaga penyelenggara haji, “Variabel pertimbangan utamanya adalah kajian yang mendalam tentang efisiensi dan efektivitas lembaga tersebut, dalam memberikan manfaat yang sebesar-nya untuk jamaah haji Indonesia.