Aceh, Kabapedia.com – Pada tanggal 26 Desember, sekitar 20 tahun yang lalu atau tepatnya tahun 2004, gempa bumi dan tsunami Samudera Hindia melanda wilayah barat Pulau Sumatera, Indonesia. Bencana ini disebabkan oleh pergerakan lempeng tektonik di bawah permukaan bumi, menewaskan lebih dari 230.000 orang di 14 negara, dan tercatat sebagai salah satu bencana alam paling mematikan dalam sejarah.
Baca juga:
- Sejarah Masuknya Islam di Semenanjung Malaya hingga Indonesia
- Tahan Gempa!! 6 Ruas Tol Dalam Kota di Jakarta Ini Terapkan Struktur Elevate
Gempa bumi dan tsunami ini dikenal juga sebagai gempa bumi dan tsunami Aceh, merupakan gempa bumi terkuat yang pernah tercatat di Asia dan ketiga terkuat di dunia sejak tahun 1900, setelah gempa bumi Valdivia 1960 dan gempa bumi Alaska 1964.
Gempa tersebut, dengan kekuatan antara 9,1 hingga 9,3 skala magnitudo, berpusat di bawah Samudra Hindia, tepatnya di lepas pantai barat Sumatera, Indonesia. Pergerakan vertikal dasar laut akibat pergeseran lempeng tektonik menyebabkan perubahan besar pada lapisan air laut di atasnya, menciptakan gelombang tsunami dengan ketinggian mencapai 30 meter di beberapa tempat. Tsunami ini menghancurkan infrastruktur, rumah, dan lingkungan di banyak negara, membuat ratusan ribu orang kehilangan tempat tinggal dan menyebabkan banyak daerah menjadi luluh lantak.
Gempa bumi Aceh 2004 dikategorikan sebagai gempa bumi megathrust, yang terjadi di zona subduksi, di mana salah satu lempeng tektonik terdorong ke bawah lempeng lainnya. Interaksi antara lempeng-lempeng ini menciptakan tekanan yang akhirnya menyebabkan gempa besar dan memicu tsunami dengan pergerakan vertikal dasar laut yang signifikan.
Dampak bencana ini dirasakan luas, dengan getaran gempa menjangkau wilayah hingga 3.000 km dari episentrumnya, termasuk Bangladesh, India, Malaysia, Myanmar, Thailand, Singapura, dan Maladewa. Tsunami yang dihasilkan bergerak cepat di laut dalam dengan kecepatan hingga 1.000 km/jam, namun melambat dan menjadi lebih destruktif ketika mendekati pantai.