Sejarah Rohingya: Etnis Tanpa Tanah dan Harapan Masa Depan

oleh -998 Dilihat
Salah satu kapal imogran Rohingya saat mendarat di perairan Indonesia. [Foto: Dok. Ist]

Sejarah tradisional Burma mengklaim, bahwa suku Rakhine telah mendiami Arakan sejak 3.000 tahun sebelum Masehi. Hanya saja tidak ditemukan bukti arkeologis untuk mendukung klaim tersebut. Pada abad keempat Arakan menjadi salah satu kerajaan India paling awal di Asia Tenggara Negara. Negara bagian Arakan pertama berkembang di Danyawadi. Kemudian kekuasaan bergeser ke kota Waitali.

Prasasti Sansekerta di wilayah ini menunjukkan bahwa pendiri negara-negara Arakan pertama adalah orang India, yang diperintah oleh Dinasti Candra. Dan karena garis pantainya yang berada di Teluk Benggala, Arakan menjadi di pusat utama perdagangan maritim dan pertukaran budaya antara Burma dan dunia luar, sejak zaman Kekaisaran Maurya India.

Sementara itu pedagang Arab telah berhubungan dengan Arakan sejak abad ketiga menggunakan Teluk Benggala untuk mencapai arakan. Kendati demikian pemukiman muslim paling awal di wilayah Arakan baru dimulai pada abad ke 7. Selain berdagang para pedagang Arab yang menetap di Arakan, juga mengajak penduduk setempat untuk memeluk Islam. Sehingga pada sekitar 788 Masehi banyak penduduk Buddha setempat yang memeluk agama Islam.

Selain penduduk setempat, pedagang Arab juga menikahi wanita lokal dan kemudian menetap di Arakan. Sehingga kemudian sebagai hasil dari perkawinan campur dan konversi, populasi muslim diarahkan terus bertambah, tetapi masih dalam status minoritas. Pada tahun 1785, Arakan disapu bersih oleh Bamar, kelompok etnis terbesar yang mendiami wilayah Burma. Kala itu ribuan pria Rakhine dideportasi ke Burma Tengah.

Pada tahun 1799 terdapat ribuan Orang melarikan diri ke Benggala Britania, untuk mengh dari penganiayaan oleh Bamar. Pada kisaran tahun tersebut istilah Rohingya muncul di dalam literatur Inggris. Dalam sebuah artikel yang ditulis oleh Dr Francis Buhanan Hamilton, seorang dokter dan ahli geografis Inggris, yang diterbitkan pada tahun 7 dinyatakan orang-orang Muhammaden atau Islam, yang telah lama menetap di arakan menyebut diri mereka dengan Rohingya atau penduduk asli Arakan.Sementara yang lainnya adalah Raffing.

Penyebutan ini tidak hanya menetapkan bahwa ada minoritas muslim pribumi di Arakan dengan nama Rohingya, tetapi juga semakin membedakan mereka dari mayoritas populasi Buddha Rakhine.

Pada tahun 1823 Burma berada di bawah kekuasaan Inggris. Dan sampai Tahun 1948 Inggris memerintah Burma sebagai bagian dari India Britania. Selama waktu itu muslim lain dari Bengal, memasuki Burma sebagai pekerja migran dengan jumlah tiga kali lipat, dari populasi muslim negara itu selama periode 40 tahun.

Saat itu, Inggris mendorong orang-orang Bengali dan imigran asli India lainnya untuk bermigrasi dan menetap di seluruh Burma, untuk bekerja di sawah dan perkebunan teh. Akan tetapi, dorongan ini dilakukan oleh Rohingya, sebab mereka selalu mempertahankan bahasa serta kawasan mereka sendiri/.

Sementara di sisi lain, di bawah pemerintahan Inggris mayoritas Buddhis Burma merasa sangat tidak didukung dan terancam. Padahal secara turun-temurun pemerintahan raja-raja Burma telah mendapatkan penghormatan serta perlindungan mereka terhadap hierarki agama Buddha. Dan lebih buruknya lagi, karena sentimen anti kolonial Buddha Inggris lebih memilih muslim untuk posisi administratif.

Identitas awal Burma sebagai umat Buddha dan Burma sebagai tempat suci untuk mereka, menjadi bahan bakar yang mengobarkan nasionalisme, yang kemudian mendorong gerakan kemerdekaan Burma di kemudian hari.

Dalam perang dunia 2, Jepang menginvasi Burma, yang kemudian membuat Inggris mundur ke India. Nasionalis Burma menyambut baik kedatangan Jepang, sebab dengan ini penguasaan Inggris menjadi terhapuskan. Sedangkan rohingya yang merupakan Pro Inggris karena dukungan Inggris yang mereka terima selama masa kolonial, bahkan Inggris menjanjikan Rohingya sebuah negara otonom sebagai imbalan atas bantuan mereka dalam perang dunia 2. Akhirnya dibenci oleh orang Burma, yang mereka lihat sebagai serangan pekerja yang tidak Diundang.

Baca juga: Menengok Bayan Ulgii: Kota Kantung Umat Islam di Mongolia

Kemudian pada tahun 1982, Myanmar menetapkan undang-undang kewarganegaraan yang menolak etnis Rohingya. Puncaknya terjadi pada tahun 2017, ketika banyak orang Rohingya mendapatkan perlakuan nista dari pemerintah serta penduduk Myanmar, yang kemudian berakibat pada sejumlah besar pengungsi, yang melarikan diri ke Bangladesh pada tahun 2017, bergabung dengan ratusan ribu Rohingya yang telah melarikan diri dari Myanmar pada tahun-tahun sebelumnya.

Di Bangladesh mereka mendiami Kutupalong, sebuah pemukiman pengungsi terbesar di dunia yang kemudian menjadi rumah bagi lebih dari 600.000 pengungsi. Namun pada Maret tahun 2019, Bangladesh menyatakan bahwa mereka tidak akan lagi menerima Rohingya yang melarikan diri dari Myanmar. Selain Bangladesh, etnis Rohingya menyasar beberapa negara lain di Asia, yang dua di antaranya adalah Malaysia juga Indonesia. [isr]

 

Ikuti Kabapedia.com di Google News