Kabapedia.com – Di ufuk timur Indonesia, tersembunyi di antara awan dan kabut tebal, berdiri megah Puncak Jaya, atau yang dikenal juga sebagai Cartens Pyramid. Gunung ini adalah puncak tertinggi di Oseania dan Benua Australia, terletak di jantung Papua. Selain menjadi puncak tertinggi di Indonesia, Puncak Jaya juga merupakan satu-satunya tempat di kawasan tropis yang memiliki gletser abadi. Ketinggian dan keindahannya menjadikan Puncak Jayawijaya sebagai tujuan idaman para pendaki dari seluruh dunia.
Baca juga:
- Misteri Terowongan Gaib Danau Singkarak, Terhubung ke Maninjau
- Mengenal Kapal Jong Jawa, Teknologinya Ditakuti Penjajah Eropa!!
Puncak Jaya, dengan ketinggian 4.884 meter di atas permukaan laut, merupakan bagian dari Pegunungan Sudirman yang terletak di dataran tinggi Kabupaten Mimika, Papua Tengah. Gunung ini juga masuk dalam daftar “Seven Summit,” yaitu tujuh gunung tertinggi di masing-masing benua. Proses pembentukan gunung ini terjadi pada periode orogeni Melanesia sekitar 23 hingga 5 juta tahun yang lalu, akibat tumbukan lempeng Australia dan Pasifik, yang menghasilkan formasi batu kapur dan marmer khas Puncak Jaya.
Salah satu ciri paling menarik dari Puncak Jaya adalah adanya lapisan gletser atau salju abadi. Meski gletser di gunung ini telah menyusut secara signifikan akibat perubahan iklim, gletser Cartens, West North Wolfin, East North Wolfin, dan Maron masih dapat ditemukan di lerengnya. Nama “Nemangkawi Gok,” atau “Puncak Anak Panah Putih,” yang diberikan oleh masyarakat adat setempat, kemungkinan besar merujuk pada lapisan es abadi di gunung ini.
Ekosistem di sekitar Puncak Jaya sangat beragam, mencakup berbagai zona iklim dari hutan hujan tropis hingga medan berbatu dan salju. Gunung ini juga merupakan bagian dari Taman Nasional Lorentz, taman nasional terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara, dengan keanekaragaman ekologi yang tinggi, mulai dari wilayah laut hingga pegunungan. Kawasan ini telah dihuni oleh manusia selama lebih dari 25.000 tahun dan merupakan tanah adat dari berbagai kelompok etnis, termasuk Suku Asmat, Amungme, Dani, Sempan, dan Duga.
Penjelajah Belanda Jan Cartensz adalah orang Eropa pertama yang melihat gletser di Puncak Jayawijaya pada tahun 1623, meski penemuannya tidak diakui selama lebih dari dua abad. Baru pada tahun 1909, penjelajah Belanda lainnya, Hendricus Albertus Lorentz, berhasil mengonfirmasi keberadaan gletser tersebut. Pendakian pertama ke Puncak Jaya dilakukan pada tahun 1962 oleh tim yang dipimpin oleh penjelajah Austria, Heinrich Harrer.
Setelah Papua diambil alih oleh Indonesia pada tahun 1963, nama puncak ini diubah menjadi Puncak Soekarno, namun kemudian diganti lagi menjadi Puncak Jaya pada masa Orde Baru. Hingga kini, nama “Cartens Pyramid” masih sering digunakan di kalangan pendaki internasional.
Meskipun Puncak Jaya memiliki ketinggian paling rendah di antara jajaran Seven Summit, pendakian ke puncak ini dianggap sebagai salah satu yang tersulit karena medannya yang sangat terjal dan terpencil. Pendakian memerlukan perencanaan yang matang, aklimatisasi, keterampilan mendaki gunung, serta biaya yang cukup tinggi. Puncak Jaya dikenal sebagai salah satu lokasi pendakian dengan biaya termahal di dunia, mencapai sekitar Rp60 juta atau lebih.
Baca juga:
- Jangan Sepekan Megathrust! Mengenang Dahsyatnya Tsunami Aceh 2004 Setara 1.500 Bom Atom
- Pelayaran Muhibah Budaya Jalur Rempah 2024: Jejak Sejarah Maritim Indonesia Kembali Dilacak
Dengan keunikan dan tantangannya, Puncak Jaya tetap menjadi impian para pendaki untuk ditaklukkan. Apakah Anda siap untuk menghadapi tantangan ini? Terima kasih telah membaca dan ikuiti informasi seputar fakta menarik lainnya dari Kabapedia.com. [isr]
Ikuti Google News dan KabaPadang dari Kabapedia Network