Profil dan Sejarah Panjang Jam Gadang, Hadiah Ratu Belanda yang Didesain Arsitek Pribumi

oleh -1221 Dilihat
Jam Gadang Bukittinggi. [Foto: Dok. Kabapedia.com]

Padang, Kabapedia.com – Inilah profil dan sejarah panjang Jam Gadang, hadiah Ratu Belanda yang kini jadi ikon Kota Bukittinggi, Provinsi Sumatra Barat (Sumbar). Ingin tahu fakta menariknya? Simaka ulasan Kabapedia.com kali ini hingga akhir.

Jam Gadang adalah menara jam yang menjadi ikon Kota Bukittinggi, Sumbar, Indonesia. Menara jam ini memiliki tinggi 27 meter dan diresmikan pada 25 Juli tahun 1927.

Nama Jam Gadang sendiri berasal dari bahasa Minangkabau yang berarti “jam besar”, karena menara ini memiliki jam berdiameter 80 cm di empat sisinya.

Jam Gadang dibangun pada tahun 1926 sebagai hadiah dari Ratu Belanda Wilhelmina kepada Rook Maker, Sekretaris Kota Fort de Kock (sekarang Kota Bukittinggi) pada masa penjajahan Hindia Belanda.

Desain menara ini dibuat oleh Yazid Rajo Mangkuto, seorang arsitek pribumi, dan peletakan batu pertama dilakukan oleh putra sulung Rook Maker, yang masih berusia enam tahun. Biaya pembangunan menara ini diperkirakan mencapai 21.000 Gulden.

Jam Gadang telah mengalami beberapa kali perubahan bentuk atapnya sejak pertama kali dibangun. Awalnya, atap menara ini berbentuk bulat dengan patung ayam jantan di atasnya yang menghadap ke arah timur.

Potret awal bentuk Jam Gadang usai diresmikan 25 Juli tahun 1927. [Foto: Dok. Ist]
Pada masa penjajahan Jepang, atap ini diubah menjadi bentuk seperti pagoda atau kelenteng. Setelah Indonesia merdeka, atap ini kembali diubah menjadi bentuk seperti rumah adat Minangkabau sebagai simbol budaya setempat. Bentuk terakhir ini bertahan hingga sekarang (2023).

Renovasi terakhir dilakukan pada tahun 2010 oleh Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI) bekerja sama dengan pemerintah kota Bukittinggi dan Kedutaan Besar Belanda di Jakarta.

Jam Gadang juga menjadi saksi sejarah penting bagi kota Bukittinggi dan Indonesia, seperti pengibaran bendera merah putih pada tahun 1945, demonstrasi nasi bungkus pada tahun 1950, dan pembunuhan 187 penduduk setempat oleh militer Indonesia atas tuduhan terlibat Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) pada tahun 1959.

Revitalisasi terakhir Jam Gadang dilakukan pada tahun 2018-2019 oleh Pemerintah Kota Bukittinggi bekerja sama dengan Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI) dan Kedutaan Besar Belanda di Jakarta.

Revitalisasi ini meliputi perbaikan struktur bangunan, penataan taman, pemasangan lampu hias, dan penambahan fasilitas umum. Biaya yang dikeluarkan untuk revitalisasi ini mencapai Rp 16,4 miliar. Tujuan dari revitalisasi ini adalah untuk melestarikan Jam Gadang sebagai warisan budaya dan meningkatkan daya tarik wisatawan.

Saat ini, Jam Gadang menjadi salah satu objek wisata yang menarik banyak pengunjung. Di sekitar menara ini terdapat taman yang menjadi ruang terbuka bagi masyarakat untuk berinteraksi dan menyelenggarakan berbagai acara, seperti bazar, festival, dan lain-lain. Dari puncak menara ini, pengunjung bisa menikmati pemandangan kota Bukittinggi yang indah dengan bukit, lembah, dan bangunan-bangunan di tengah kota.

Baca Juga: Profil, Sejarah dan Fakta Unik Kelok 44, Jalan Terindah yang jadi Saksi Bisu Penjajahan Belanda

Demikianlah sejarah dan profil lengkap Jam Gadang yang punya sejarah panjang. Semoga ulasan kali ini bermanfaat dan jangan lupa berkunjung langsung ke menara ikonik tersebut. [isr]

 

Simak berita Kabapedia.com di Google News

No More Posts Available.

No more pages to load.