Penjelasan Lengkap BMKG Tentang Gelombang Panas Asia

oleh -1587 Dilihat
Pemantauan gelombang panas. [Foto: Ist]

Padang, Kabapedia.com – Fenomena gelombang panas atau ‘heatwave’ semenjak pekan lalu hingga hari ini, masih mendera hampir sebagian besar negara-negara di Asia Selatan, termasuk juga beberapa daerah di Indonesia yang turut terpapar gelombang panas.

Badan Meteorologi di negara-negara Asia seperti Bangladesh, Myanmar, India, China, Thailand dan Laos telah melaporkan kejadian suhu panas lebih dari 40°C yang telah berlangsung beberapa hari belakangan dengan rekor-rekor baru suhu maksimum di wilayahnya.

Di Indonesia, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat suhu maksimum harian tercatat mencapai 37,2 C, di stasiun pengamatan BMKG di Ciputat pada pekan lalu. Meskipun secara umum suhu tertinggi yang tercatat di beberapa lokasi berada pada kisaran 34 C – 36 C hingga saat ini.

Berikut penjelasan BMKG terkait informasi dan perkembangan Gelombang Panas yang terjadi belakangan ini.

Badan Meteorologi Cina (CMA) melaporkan lebih dari 100 stasiun cuaca di Cina mencatat suhu tertinggi sepanjang sejarah pengamatan instrumen untuk bulan April ini. Di Jepang “panas yang luar biasa” juga teramati dalam beberapa hari terakhir.

Kumarkhali, kota di distrik Kusthia, Bangladesh menjadi daerah terpanas dengan suhu maksimum harian yang tercatat sebesar 51,2 C pada 17 April 2023. Sedangkan 10 kota terpanas di Asia lainnya terjadi sebagian besarnya berada di Myanmar dan India. Di Indonesia, suhu maksimum harian tercatat mencapai 37,2॰C di stasiun pengamatan BMKG di Ciputat pada pekan lalu, meskipun secara umum suhu tertinggi yang tercatat di beberapa lokasi berada pada kisaran 34॰C – 36॰C hingga saat ini.

Suhu panas bulan April di wilayah Asia secara klimatologis dipengaruhi oleh gerak semu matahari, namun lonjakan panas di wilayah sub-kontinen Asia Selatan, kawasan Indochina dan Asia Timur pada tahun 2023 ini termasuk yang paling signifikan lonjakannya. Para pakar iklim menyimpulkan bahwa tren pemanasan global dan perubahan iklim yang terus terjadi hingga saat ini berkontribusi menjadikan gelombang panas semakin berpeluang terjadi lebih sering.

Suhu Panas di Indonesia bukan Gelombang Panas

Fenomena udara panas yang terjadi di Indonesia belakangan, jika ditinjau secara lebih mendalam dengan dua penjelasan diatas secara karakteristik fenomena maupun secara indikator statistik pengamatan suhu, tidak termasuk kedalam kategori gelombang panas, karena tidak memenuhi kondisi-kondisi tersebut.

Secara karakteristik fenomena, suhu panas yang terjadi di wilayah Indonesia merupakan fenomena akibat dari adanya gerak semu matahari yang merupakan suatu siklus yang biasa dan terjadi setiap tahun, sehingga potensi suhu udara panas seperti ini juga dapat berulang pada periode yang sama setiap tahunnya.

Sedangkan secara indikator statistik suhu kejadian, lonjakan suhu maksimum yang mencapai 37,2°C melalui pengamatan stasiun BMKG di Ciputat pada pekan lalu hanya terjadi satu hari tepatnya pada tanggal 17 April 2023. Suhu tinggi tersebut sudah turun dan kini suhu maksimum teramati berada dalam kisaran 34 hingga 36°C di beberapa lokasi.

Variasi suhu maksimum 34°C – 36°C untuk wilayah Indonesia masih dalam kisaran normal klimatologi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Secara klimatologis, dalam hal ini untuk Jakarta, bulan April-Mei-Juni adalah bulan-bulan di mana suhu maksimum mencapai puncaknya, selain Oktober-November.

Keterkaitan Gelombang Panas dan Radiasi Ultraviolet

Belakangan pada berbagai media, informasi kondisi suhu udara yang panas juga dikaitkan dengan fluktuasi radiasi ultraviolet (UV) dari sinar matahari. Besar kecilnya radiasi UV yang mencapai permukaan bumi memiliki indikator nilai indeks UV.

Indeks ini dibagi menjadi beberapa kategori: 0-2 (Low), 3-5 (M oderate), 6-7 (High), 8-10 (Veryhigh), dan 11 ke atas (Extreme). Secara umum, pola haria n indeks ultraviolet berada pada kategori “Low” di pagi hari; mencapai puncaknya di kategori “High”, “Very high”, sampai dengan“Extreme” ketika intensitas radiasi matahari paling tinggi di siang hari antara pukul 12:00 s.d. 15:00 waktu setempat; dan bergerak turun kembali ke kategori “Low” di sore hari. Pola ini bergantung pada lokasi geografis dan elevasi suatu tempat, posisi matahari, jenis permukaan, dan tutupan awan.

Tinggi rendahnya indeks UV tidak memberikan pengaruh langsung pada kondisi suhu udara di suatu wilayah. Untuk wilayah tropis seperti Indonesia, pola harian seperti disampaikan di atas secara rutin dapat teramati dari hari ke hari meskipun tidak ada fenomena Gelombang Panas.

Baca Juga: Kajian Ilmiah BMKG: La Nina Menghilang, Kemarau Datang

Faktor cuaca lainnya seperti berkurangnya tutupan awan dan kelembaban udara dapat memberikan kontribusi lebih terhadap nilai indeks UV. Untuk lokasi dengan kondisi umum cuacanya diperkirakan cerah-berawan pada pagi sampai dengan siang hari dapat berpotensi menyebabkan indeks UV pada kategori “Very high” dan “Extreme” di siang hari. [isr]

 

Simak berita Kabapedia.com di Google News