Limapuluh Kota, Kabapedia.com – Ketika langkah kaki membawa kita kembali menyusuri lorong-lorong Pasar Piladang, Sumatera Barat (Sumbar), aroma khas rempah dan masakan tradisional menyambut seperti pelukan hangat kampung halaman. Di episode kedua perjalanan kuliner ini, kami menemukan lebih banyak harta tersembunyi alias surga kuliner Minang di Pasar Tradisional Piladang yang menggambarkan kekayaan rasa dan tradisi Minang.
Baca juga:
- Tempat Makan Legendaris di Pasar Bawah Kota Bukittinggi, Masakan Minang Otentik Menggoda Selera
- Nikmatnya Ikan Langka Masakan Kampung di Lapau Nasi Pondok Rumbio Kota Padang: Cita Rasa yang Bikin Nambah Berkali-Kali
Setelah sebelumnya menikmati nasi situjuh di ulasan pertama, perjalanan kali ini berlanjut dengan eksplorasi hidangan unik lainnya. Salah satunya adalah randang talua. Jangan terkecoh oleh namanya—meski mirip rendang pada umumnya, hidangan ini terbuat dari campuran telur dan tepung yang dikukus, dipotong kecil, lalu dimasak dengan bumbu rendang. Rasanya? Perpaduan pedas yang lembut dan kaya, cocok disantap bersama nasi hangat.
Di sudut pasar lainnya, kami bertemu penjual nasi lomak, sejenis ketan kukus yang disajikan dengan siraman sari kayo, saus khas berbahan santan dan gula. Ketika disantap, kelembutan ketan berpadu manis dengan aroma kayu manis sari kayo, membuat setiap gigitan terasa istimewa.
Lalu, perhatian kami tertuju pada sate danguang-danguang, sate khas dengan pilihan daging yang beragam—dari jantung, lidah, hingga usus. Setiap tusuk daging yang dibakar menyebarkan aroma gurih yang menggoda. Sebungkus sate lengkap dengan ketupat pun kami bungkus untuk dibawa pulang, karena perut sudah terlalu kenyang untuk menyantapnya di tempat.
Tidak berhenti di situ, pasar ini juga terkenal dengan baluik masiak—belut kering khas Minang yang telah dijemur selama dua hari, siap digoreng kapan saja. Belut ini menjadi oleh-oleh yang sangat diminati karena keunikannya, terutama bagi perantau yang jarang menemui hidangan ini di tempat lain. Penjual lainnya bahkan menawarkan balui goreng yang sudah dibumbui dengan sambal lado merah, siap disantap kapan saja.
Setelah puas berbelanja, suara penjual obat tradisional, yang akrab disebut “UB,” menarik perhatian kami. Dengan gaya bertutur penuh semangat, mereka menawarkan ramuan dari berbagai bahan alami yang diklaim mampu mengobati segala macam penyakit, mulai dari asam urat hingga kesemutan. Meskipun zaman modern sudah menyediakan berbagai obat kimia, para penjual UB tetap memiliki pelanggan setia.
Saat hari semakin siang, rasa lapar kembali menghampiri. Kami pun tergoda untuk menikmati sepiring nasi kapau di kedai Nasi Kapau Unides. Dari kejauhan, deretan lauk seperti babat, dendeng, hingga tambusu (usus sapi isi) tersaji menggoda. Nasi kapau ini tidak hanya terkenal karena lauknya yang melimpah, tetapi juga kemurahan hati penjualnya yang sering menambahkan lauk ekstra tanpa tambahan biaya.
Hidangan ikonik seperti ikan batalua—ikan mas yang dimasak dengan telurnya—juga mencuri perhatian. Bumbunya yang meresap sempurna ke dalam ikan memberikan sensasi rasa yang luar biasa. Tak lupa, sayur kapau, yang menjadi ciri khas hidangan ini, melengkapi kenikmatan di setiap gigitan.
Di akhir perjalanan kuliner ini, rasa kenyang bercampur kepuasan menjadi kenangan manis. Pasar Piladang bukan sekadar tempat untuk membeli bahan makanan, tetapi juga sebuah museum hidup yang merayakan tradisi, rasa, dan cerita dari masyarakat Minang.
Baca juga:
- Daftar Rumah Makan Padang Paling Terkenal di Indonesia, Ini Sejarahnya
- Pantas Laku Keras!! Ternyata Ini 5 Rahasia Rumah Makan Payakumbuah Milik Arief Muhammad
Jika Anda ingin mencicipi surga kuliner Minang, jangan lupa menyempatkan diri untuk berkunjung ke Pasar Piladang. Semoga cerita ini menginspirasi Anda untuk menjelajahi kekayaan budaya dan rasa nusantara. Hingga jumpa di perjalanan kuliner berikutnya! Saksikan keseruannya lebih lengkap di kanal YouTube Herlina Basri. Jangan lupa untuk menyukai, berkomentar, dan berlangganan! [isr]
Ikuti Google News dan KabaPadang dari Kabapedia Network