Oleh: Ilhamni
Salah satu hari raya besar umat Islam adalah Hari Raya Idul Adha atau disebut Hari Raya Kurban. Kata kurban itu sendiri berasal dari Bahasa Arab yang berarti dekat. Artinya adalah segala sesuatu yang bisa mendekatkan diri kepada Allah berupa sembelihan atau yang lainnya. Menurut KBBI kurban adalah persembahan kepada Allah SWT seperti biri-biri, sapi, unta yang disembelih pada lebaran Haji sebagai wujud ketaatan Muslim kepada-Nya. Dengan demikian Kurban di sini memiliki pengertian sembelihan yang dilakukan di hari Raya Kurban yang bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah atau bentuk ketaatan seorang muslim kepada-Nya. Sementara untuk mendekatkan diri kepada Allah tidak hanya bisa dilakukan melalui sembelihan saja, akan tetapi juga amalan baik antara lain sedekah dengan berbagai bentuknya. Kuban ini adalah sebagai salah satu bentuk ibadah dalam ajaran Islam yang telah memiliki aturan tertentu seperti waktu dan kadarnya.
Baca juga:
- Lebaran dan Ruang Perjumpaan Lintas Agama
- Menghidupkan Nilai-Nilai Islam dalam Tradisi Mudik Lebaran
Bagi umat Islam yang mampu, mereka akan mempersiapkan hewan yang akan dijadikan sembelihan baik secara individu atu kolektif. Ada yang menyembelih di lingkungan keluarganya, ada menyembelih bersama dengan masyarakat sekitar dengan panitia yang sudah ditentukan, ada pula menyembelih di lembaga-lembaga tempat bekerja serta ada pula yang menyerahkan kurbannya ke lembaga tertentu untuk diserahkan di tempat/negeri yang jauh. Ada sebuah pertanyaan yang sangat penting yaitu bagaimana hakikat ibadah kurban? Untuk menjawabnya kita lihat firman Allah dalam surat al-Maidah ayat 27 yang terjemahnya sebagai berikut :
Dan ceritakanlah (Muhammad) yang sebenarnya kepada mereka tentang kisah kedua putra Adam. Ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka (kurban) salah satu dari mereka berdua (Habil) diterima dan dari yang lain (Qabil) tidak diterima. Dia (Qabil) berkata, “Sungguh pasti aku akan membunuhmu”! Dia (Habil) berkata, “Sesungguhnya Allah hanya akan menerima (amal) dari orang yang bertaqwa.
Nabi diperintahkan oleh Allah SWT dalam ayat di atas untuk menceritakan kisah dua orang anak Nabi Adam. Sebuah berita yang diperintahkan oleh Allah untuk diceritakan oleh Nabi Muhammad kepada manusia biasanya memiliki pesan yang amat penting dan memberikan manfaat yang besar bagi kehidupan manusia secara umum dan umat Islam secara khusus. Allah juga menjelaskan dan menegaskan bahwa kisah ini benar-benar terjadi, bukan rekaan Nabi Muhammad.
Mayoritas ulama sepakat mengatakan bahwa kedua anak Nabi Adam adalah anak laki-laki kembarnya yang pertama kali lahir. Para mufasir dan ahli sejarah menamai mereka dengan Qabil dan Habil . Di dalam kisah Habil dan Qabil terdapat indikasi yang menunjukkan adanya tabiat manusia yang suka bertikai ketika merasakan ketidakpuasan. Pertikaian yang membawa kepada iri dengki, sikap melampaui batas, hingga sampai kepada pembunuhan seperti yang terjadi pada kisah Qabil yang membunuh Habil.
Allah menjelaskan bahwa ketika masing-masing mereka mempersembahkan kurban, Allah menerima kurban salah seorang mereka sementara menolak yang lain. Ibnu Abbas dan Ibnu Umar menjelaskan bahwa salah seorang dari keduanya (Qabil) memiliki ladang dan tanaman, namun dia berkurban dengan tanaman hasil ladang terburuk yang dimilikinya. Kurban yang dilakukan tidak datang dari kebaikan hati. Sementara yang lain (Habil) memiliki ternak domba. Dia berkurban dengan domba terbaik, tergemuk dan terbagus yang dimilikinya. Ini menunjukkan ibadah kurban yang dilakukannya datang dari kebaikan hati.
Dalam terjemah ayat (Dia “Habil” mengatakan bahwa Allah hanya akan menerima kurban dari orang-orang yang bertaqwa), Dalam pernyataan Habil, dapat dipahami bahwa Allah hanya akan, menerima kurban seseorang yang bertaqwa (taqwa sendiri dipahami sebagai seluruh perbuatan menjauhi larangan dan mengikuti perintah Allah). Dengan kata lain, Allah tidak akan menerima kurban atau sedekah dan amalan-amalan lainnya yang tidak dilandasi oleh ketaqwaan, rasa takut dan keikhlasan kepada-Nya . Sebaliknya adalah Allah memandang jelek yang berlawanan dengan taqwa seperti sifat ria, ingin mendapat nama, takut dikatakan tidak dermawan atau ingin viral serta ingin mendapat pujian dari orang lain.
Selanjutnya Firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 92 “Kamu tidak akan mendapatkan kebajikan, sebelum kamu meninfakkan sebagian harta yang kamu cintai”. Ketika kita hubungkan dengan kurban yang diberikan oleh Qabil, ia memberikan tanaman yang jelek-jelek yang ia sendiri tidak menyukai. Ia memberikan sesuatu yang ia sendiri tidak menyukainya. Berbeda dengan Habil yang memberikan binatang kurban tebaik yang ia sendiri menyenanginya. Rasa senang jika diberi orang dengan sesuatu yang baik, begitu pula memperlakukan orang lain dalam memberi. Di dalam hadis (Allah itu baik, tidak menyukai kecuali yang bai-baik pula) Bisa dipahami bahwa memberi sesuatu apakah itu dalam bentuk kurban atau pemberian pada manusia seperti berkurban mestilah dilandasi keikhlasan dan ketaqwaan kepada Allah, supaya iapun dapat mendatangkan kebaikan. Sedangkan kurban yang baik adalah sembelihan yang baik sesuai dengan syarat sembelihan.
Kemudian jika dilihat dari segi tujuan berkurban, Allah berfirman dalan surat al-Hajj ayat 37 (Daging dan darahnya yang disedekahkan tidak akan sampai kepada Allah, akan tetapi yang akan sampai kepada Allah adalah ketaqwaan). Bukan materi yang akan sampai kepada Allah, karena Ia tidak butuh kepada materi. Yang akan sampai kepada Allah adalah segala bentuk amal kebaikan yang kembali ditegaskan dilandaskan kepada keikhlasan dan ketaqwaan serta ditujukan untuk mencapai keridhaan-Nya. Jika hal ini tidak diperhatikan oleh orang yang berkurban, maka kurbannya tak akan memberikan keuntungan apa-apa, apalagi kedekatan kepada Allah, walaupun berkurban dengan jumlah yang banyak.
Baca juga:
- ‘Ibu’ Pegawai Tetap Tanpa Gaji (PTTG) Dalam Keluarga (Mengenang Jasa Ibu di Hari Ibu)
- Pasca Wisuda, Mengapa?
Di dalam sebuah hadis Nabi dari Abu Malik al-Asy’ari dikutip oleh al-Maraghi, “Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada jabatanmu, keturunanmu, fisikmu dan hartamu, akan tetapi Allah melihat pada hatimu. Maka siapa saja memiliki hati yang shaleh, maka Allah akan mencintainya. Kamu semua hanyalah keturunan Adam. Orang yang paling dicintai oleh Allah adalah orang yang paling bertaqwa di antaramu”. Dengan paparan di atas, penulis menyimpulkan bahwa ibadah kurban idealnya sebagai sebuah upaya yang dilandaskan kepada keikhlasan, ketaqwaan kepada Allah, datang dari kebaikan hati dan bertujuan mendekatkan diri kepada Allah serta meraih ridha dan cinta-Nya, bukan karena ingin dapat nama, atau malu dikatakan tidak mampu memberi atau lainnya. Keteladanan ini pulalah yang telah diajarkan dan dicontohkan oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail dalam kaitannya dengan ibadah kurban. Wallahu a’lamu bi al-shawab. [Kdp]
Tentang Penulis: (Penulis adalah akademisi prodi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, UIN Imam Bonjol – Email: [email protected])
Ikuti Google News dan berita Kabapedia Network di KabaPadang