Jakarta, Kabapedia.com – Seorang dokter hewan asal Belanda, Wiel van den Ekker, membagikan pengetahuannya dalam pengelolaan peternakan domba kepada peternak di Indonesia melalui kerja sama dengan PUM, sebuah organisasi yang didanai oleh pemerintah Belanda. Kunjungan pertamanya ke Indonesia ini diharapkan mampu membawa perubahan signifikan dalam pengelolaan peternakan domba di Garum Farm.
Baca juga:
- Khusus Anak Muda, Tiga Ide Bisnis Kreatif Untung Rp200 Ribu Sehari
- Modal Nol, Ide Bisnis Ini Otomatis Cuan di Tahun 2024
Wiel van den Ekker, seorang dokter hewan berpengalaman dari Belanda, membagikan ilmunya dalam pengelolaan peternakan domba kepada peternak Indonesia lewat video terbaru di kanal YouTube Pecah Telur, Rabu (14/8/2024). Van den Ekker yang telah pensiun dari praktek hewannya di Belanda, kini berfokus pada kegiatan relawan melalui PUM, sebuah organisasi yang didanai pemerintah Belanda yang mengirim para ahli ke negara-negara berkembang.
“Saya merasa beruntung bisa memulai dan menyelesaikan karir saya sebagai dokter hewan. Kini, melalui PUM, saya bisa terus menggunakan pengetahuan saya untuk membantu orang lain,” ujar van den Ekker saat diwawancarai.
Di Indonesia, van den Ekker bekerja sama dengan Garum Farm yang dimiliki oleh Surya, seorang pengusaha tanpa latar belakang peternakan domba. Dalam pengamatannya, van den Ekker menemukan beberapa aspek yang bisa ditingkatkan, salah satunya adalah nutrisi untuk domba. “Saya melihat banyak domba yang tergolong kurus, dan hal ini berdampak pada produktivitas peternakan,” jelasnya.
Van den Ekker menyoroti pentingnya peningkatan nutrisi untuk memperbaiki tingkat kelahiran cempe (anak domba). Di Belanda, musim kawin domba hanya terjadi pada waktu tertentu, berbeda dengan di Indonesia di mana domba bisa melahirkan sepanjang tahun. Namun, untuk mencapai produktivitas yang optimal, kualitas nutrisi tetap menjadi kunci utama.
Selain itu, van den Ekker juga menekankan pentingnya proses pembuatan silase yang tepat. Ia menemukan bahwa silase di Garum Farm dibuka terlalu cepat, hanya enam hari setelah proses fermentasi dimulai. “Proses silase idealnya memakan waktu dua hingga tiga minggu agar nutrisi dalam pakan tersebut stabil dan aman untuk dikonsumsi oleh indukan,” kata van den Ekker.
Lebih lanjut, van den Ekker juga memberikan saran untuk memisahkan cempe yang baru lahir di kandang yang terpisah untuk memudahkan pemantauan dan penanganan ketika mereka sakit atau mengalami masalah nutrisi. “Hal ini penting untuk memastikan cempe mendapatkan asupan susu yang cukup dan induknya tetap sehat,” tambahnya.
Di Belanda, peternakan domba memiliki sistem yang lebih ketat dan terstruktur, terutama dalam hal regulasi dan pengelolaan lahan. “Banyak peternak domba di Belanda yang harus membayar mahal hanya untuk memenuhi regulasi, yang membuat banyak dari mereka berhenti beternak,” ungkap van den Ekker. Namun, ia juga menambahkan bahwa peternak Belanda mungkin iri dengan kebebasan yang dimiliki peternak Indonesia dalam mengelola peternakan mereka.
Van den Ekker berencana untuk terus melakukan misi relawan ini selama beberapa tahun ke depan, dengan harapan bisa berkontribusi lebih banyak lagi dalam meningkatkan kualitas peternakan di negara-negara berkembang. “Ini adalah tantangan yang saya nikmati, dan saya ingin terus terhubung dengan orang-orang di berbagai negara,” tutupnya.
Baca juga:
- Hutang Rp2,5 Miliar LUNAS! Kini Jadi MILIARDER Berkat Bisnis Ini
- Mentor Bisnis Ini Bantu 6 Perusahaan Raih Rp160 Miliar: Inilah Rahasianya
Dengan kerja sama internasional seperti ini, diharapkan peternakan domba di Indonesia bisa terus berkembang, meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan para peternak, serta memberikan dampak positif bagi masyarakat luas. [isr]
Ikuti Google News dan KabaPadang dari Kabapedia Network