Jakarta, Kabapedia.com – Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia memutuskan untuk menaikkan BI 7- Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 5,50 persen.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo dalam siaran pers yang diterima, Minggu (25/12/2022) terungkap, selain BI7DRR, kenaikan juga dilakukan terhadap suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 4,75 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 6,25 persen.
Menurut Gubernur BI, keputusan kenaikan suku bunga yang terukur tersebut sebagai langkah lanjutan untuk front loaded, pre-emptive , dan forward looking memastikan berlanjutnya penurunan inflasi, sehingga inflasi inti tetap terjaga dalam kisaran 3,0±1 persen.
Kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah terus diperkuat untuk mengendalikan inflasi barang impor ( import inflation ) di samping untuk memitigasi dampak rambatan dari masih kuatnya dolar AS dan masih tingginya tekanan pasar keuangan global.
Perry menambahkan, menyatakan arah bauran kebijakan Bank Indonesia 2023 sebagaimana disampaikan dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) 2022 tanggal 30 November 2022, kebijakan moneter 2023 akan tetap fungsional untuk menjaga stabilitas (“ pro-stabilitas “) sementara kebijakan makroprudensial, digitalisasi sistem pembayaran, pendalaman pasar uang, serta program ekonomi dan keuangan inklusif dan hijau terus diarahkan untuk mendorong pertumbuhan (“ pro-growth “).
Dijelaskannya, menurunnya perekonomian global disertai dengan desakan yang masih tinggi. Pertumbuhan ekonomi global 2023 masih melambat sebagaimana prakiraan, dengan resesi yang tinggi di Eropa di beberapa negara, termasuk Amerika Serikat (AS) dan.
Perlambatan ekonomi global tersebut dipengaruhi oleh fragmentasi ekonomi, perdagangan dan investasi akibat ketegangan politik yang sedang berlangsung serta dampak pengetatan kebijakan moneter yang agresif di negara maju.
Bank Indonesia memprakirakan ekonomi dunia tumbuh sebesar 3,0 persen pada tahun 2022 dan menurun menjadi 2,6 persen pada tahun 2023.
Sementara itu, lanjut Perry, tekanan inflasi masih tinggi, meski mulai melanda, berdampak pada berlanjutnya gangguan rantai pasokan dan ketatnya pasar tenaga kerja terutama di AS dan Eropa. Inflasi yang masih tinggi mendorong kebijakan moneter global tetap ketat.
Baca Juga: Diguyur Rp3,3 Triliun, Peningkatan Kualitas Sanitasi DKI Jakarta Diwujudkan Sistem Ini
The Fed diprakirakan akan menaikkan Fed Funds Rate hingga awal tahun 2023 dengan siklus pengetatan kebijakan moneter yang panjang, meskipun dengan besaran yang lebih rendah. [isr]
Simak berita Kabapedia.com di Google News