Tanka: Manusia Perahu Menjaga Tradisi di Tengah Modernisasi

oleh -318 Dilihat

Kabapedia.com – Tanka, juga dikenal sebagai “Manusia Perahu”, adalah kelompok etnis yang telah berabad-abad mendiami pesisir Tenggara Cina. Mereka adalah masyarakat kuno yang memilih untuk menolak gaya hidup modern dan mempertahankan cara hidup tradisional mereka di lautan.

Suku Tanka, sering disebut sebagai “Gipsi Laut”, membangun rumah-rumah mereka di atas rakit atau panggung yang terletak di atas permukaan air. Rumah-rumah ini terbuat dari bambu atau bahan lain yang tahan air, dirancang dengan sederhana namun fungsional, dan dilengkapi dengan fasilitas dasar yang mudah diakses oleh perahu.

Baca juga:

Meski tersebar di beberapa kawasan seperti Guangdong dan Hainan, banyak dari Suku Tanka yang mendiami wilayah Fujian di Tenggara Cina. Di sini, mereka tidak hanya menangkap ikan sebagai sumber penghidupan, tetapi juga memeluk laut sebagai bagian dari budaya dan identitas mereka yang unik.

Mereka membangun rumah-rumah yang tersebar luas di seluruh teluk di sepanjang garis pantai di Fujian, kawasan ini memiliki garis pantai terpanjang di Fujian serta dataran lumpur terbesar di Cina, yang kemudian menjadi rumah bagi sekitar 7.000 keluarga nelayan. Desa terapung ini telah berusia ratusan tahun, diperkirakan berasal dari Dinasti Tang atau sekitar tahun 700 Masehi, ketika para nelayan memutuskan untuk pindah dan hidup di perahu untuk menghindari kehancuran akibat perang di daratan.

Sebagai masyarakat kuno, Suku Tanka telah lama memegang banyak tradisi asli yang tidak dapat ditemukan dalam budaya Cina. Salah satunya adalah cara memancing mereka yang unik. Nelayan Tanka menggunakan perahu kayu kecil yang dioperasikan dengan tangan untuk menangkap ikan. Perahu-perahu ini dibuat dengan sangat baik sehingga dapat menavigasi anak sungai dan saluran tersempit pada sungai atau kanal di Cina Selatan.

Selain itu, suku Tanka juga dikenal dengan budaya memancing malam. Ini merupakan metode penangkapan ikan tradisional dengan menggunakan obor yang sangat terang untuk menarik ikan ke perahu. Cahaya obor membuat ikan merasa silau sehingga mereka mudah untuk ditangkap.

Mereka masih mengikuti aturan dan tradisi kuno saat mereka membudidayakan berbagai jenis ikan yang mereka jual ke daratan. Suku Tanka memiliki kepercayaan spiritual dan praktik keagamaan tersendiri dan biasanya merupakan campuran dari Taoisme, Buddhisme, dan kepercayaan leluhur, dengan ritual yang mencerminkan penghormatan kepada laut serta kekuatan alam.

Orang Tanka juga memiliki dialek tersendiri yang berbeda dengan dialek yang dipakai oleh orang Tionghoa pada umumnya. Komunitas Tanka memiliki tradisi yang kaya dan seringkali terisolasi dari pengaruh luar karena lokasi geografisnya yang sangat unik. Festival, ritual, dan kebiasaan harian mereka mencerminkan hubungan yang mendalam antara masyarakat dan lingkungan mereka.

Sebelum berdirinya Republik Rakyat Cina, para Gipsi Laut ini tidak diperbolehkan pergi ke daratan atau menikah dengan orang yang tinggal di sepanjang pantai. Sebelum diterima, orang Tanka pada umumnya diberlakukan oleh penduduk Cina sebagai masyarakat hina serta inferior. Mereka tidak diperbolehkan tinggal di darat, menerima pendidikan, mengenakan pakaian sutra, atau bekerja di pemerintahan atau tentara. Pada beberapa daerah, mereka bahkan dilarang berjalan di darat. Itulah sebabnya segala sesuatu, mulai dari pernikahan hingga upacara pemakaman, mereka adakan di atas perahu.

Selama berabad-abad, masyarakat Tanka sering menghadapi diskriminasi serta ketidakadilan. Meski sejak abad ke-18 berbagai upaya telah dilakukan untuk menghapuskan diskriminasi terhadap masyarakat Tanka, tetapi baru pada era Republik Rakyat Cina semua kebijakan diskriminatif tersebut dapat dihapuskan sepenuhnya. Sejak saat itu, banyak orang Tanka berpindah dari kehidupan tradisional di atas air menuju daerah urban serta menyesuaikan diri dengan lingkungan, kendati demikian, mereka tetap mempertahankan sebagian dari warisan budaya mereka yang sangat unik.

Sebagai masyarakat yang bergantung pada laut, suku Tanka mengandalkan perahu tradisional sebagai alat transportasi utamanya. Jaringan air yang mengitari rumah-rumah perahu dan panggung mereka memudahkan mereka untuk berpindah tempat ke tempat lain, baik untuk perdagangan, pendidikan, atau keperluan medis.

Masyarakat Tanka yang tinggal di desa terapung di Fujian menghadapi tantangan unik dalam memperoleh air bersih. Karena kehidupan mereka sangat bergantung pada air, maka mendapatkan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari merupakan prioritas utamanya. Salah satu metode tradisional yang sering digunakan untuk mendapatkan air bersih adalah pengumpulan air hujan. Mereka dapat mengatur sistem untuk menangkap air hujan menggunakan atap atau permukaan datar lainnya dan menyimpannya dalam tangki atau wadah besar untuk digunakan sehari-hari. Selain memanfaatkan air hujan, air bersih juga dibawa dari daratan menggunakan perahu. Air ini biasanya dijual oleh pemasok air atau pemerintah lokal sebagai bagian dari layanan publik. Air tersebut kemudian disimpan di tangki besar atau digunakan langsung untuk keperluan domestik.

Dalam komunitas desa terapung Fujian, seperti banyak dialami masyarakat yang tinggal di atas atau dekat perairan yang terkendala dengan keterbatasan ruang dan sumber daya, menjadikan praktek penguburan dan upacara pemakaman sebagai persoalan yang perlu ditangani dengan serius. Untuk itu, masyarakat di Fujian menggunakan beberapa cara untuk mengurus anggota keluarga mereka yang telah meninggal. Meskipun mereka tinggal di atas air, banyak warga desa terapung yang memilih untuk menguburkan anggota keluarganya di daratan. Hal ini melibatkan transportasi jenazah ke daratan terdekat untuk dikebumikan pada pemakaman lokal. Hal ini dilakukan karena alasan tradisi dan spiritual serta praktik kebersihan dan penghormatan terhadap mereka yang telah meninggal.

Baca juga:

Di samping itu, kremasi adalah pilihan populer lainnya, terutama untuk menghemat ruang yang merupakan pertimbangan penting di area dengan keterbatasan geografis seperti di desa Fujian. Abu dari proses kremasi kemudian disimpan dalam urna, diletakkan di sebuah tempat suci, atau bahkan ditaburkan di air sungai, sesuai dengan keinginan keluarga serta kepercayaan spiritual mereka.

Dengan demikian, suku Tanka, dengan cara hidup mereka yang unik dan tradisional, menjadi simbol keberlanjutan budaya dan tradisi di tengah arus modernisasi yang semakin kuat. Mereka adalah contoh nyata bahwa keberlanjutan dan adaptasi dapat berjalan beriringan, dan bahwa nilai-nilai tradisional masih dapat dipertahankan meski di tengah tekanan modernisasi. [isr]

 

Ikuti Kabapedia.com di Google News dan berita lainnya Kabapedia Network di KabaPadang

No More Posts Available.

No more pages to load.