Mengenal ‘Bajingan’ yang Viral Karena Rocky Gerung: Dulu Mulia, Kini Makian

oleh -650 Dilihat
Pada 1975, tarif untuk membawa material sampai ke tujuan dalam sekali angkut berkisar Rp150. Komunitasnya juga masih bertahan hingga hari ini. "Pasca kemerdekaan hingga hari ini, masyarakat Bantul, Yogyakarta, masih melestarikan paguyuban para penarik gerobak sapi" tulis Dito Ardhi Firmansyah dalam karyanya yang berjudul Kontruksi Makna Kata Bajingan (Studi Etnografi Perubahan Makna Kata Bajingan dalam Komunitas Kusir Gerobak Sapi di Bantul Yogyakarta), publikasi tahun 2018. Desanti Arumingtyas Dyanningrat dalam karyanya berjudul Perancangan Buku Nilai Sejarah Dan Filosofi Mataram Islam Pada Gerobak Sapi, publikasi tahun 2018 menjelaskan bahwa "dalam kultur budaya Jawa kusir gerobak sapi disebut 'bajingan', singkatan dari bagusing jiwo angen-angening pangeran yang artinya orang baik yang dicintai Tuhan". Ia menambahkan, "Mulianya, pada saat perjuangan kemerdekaan, bajingan jadi salah satu opsi dalam perang geilya untuk persembunyian para pejuang dibalik rumput dan hasil panen dalam gerobaknya". Lantas mengapa belakangan, kata 'bajingan' cenderung menjadi sentimen di masyarakat sekarang? Baca Juga: Seorang Pria Mengaku Bunuh Istrinya, tapi Umur 'Jasadnya' 1.600 Tahun Lukisan digital tentang gerobak pedati sapi di Jawa.NIRBAYA ART GALLERY Lukisan digital tentang gerobak pedati sapi di Jawa. [Foto: Dok. National Geographic]

Jakarta, Kabapedia.com – Kata ‘bajingan’ kini ramai diperbincangkan masyarakat Indonesia. Hal ini dipicu ucapan Rocky Gerung dalam sebuah diskusi baru-baru ini. Dalam video yang kini viral, dalam orasinya Rocky Gerung melontarkan kata ‘bajingan’ yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Banyak pihak geram dengan sikap Rocky Gerung, karena dinilai menghina presiden hingga berujung aksi pelaporan sejumlah pihak kepada Kepolisian. Lalu apakah benar kata ‘bajingan’ sepenuhnya bermakna negatif?

‘Bajingan’ dewasa ini umumnya diartikan masyarakat di Indonesia sebagai salah satu kata kasar. Namun, tidak banyak orang yang tahu bahwa ‘bajingan’ sebenarnya berasal dari sebuah profesi yang mulia.

Dilansir dari National Geographic dalam artikel “Memaknai ‘Bajingan’, Pergeseran Makna dari Profesi Jadi Kata Maki,” bajingan adalah profesi yang umum bagi masyarakat Jawa dan sudah ada sejak zaman Mataram Islam atau abad ke-16 Masehi.

Bajingan adalah profesi kusir gerobak sapi, salah satu warisan kearifan lokal Indonesia yang sudah ada sejak zaman dulu. Profesi ini memegang erat kekerabatan dan kerukunan yang diwadahi oleh paguyuban penarik gerobak sapi atau para bajingan.

Menurut sejarahnya, sapi adalah hewan yang disukai pada masa Kerajaan Mataram. Sementara gerobak sapi berawal dari Kerajaan Mataram yang telah menganut ajaran islam. Bajingan jadi profesi penting karena menjadi bagian mobilitas atau transportasi masyarakat Mataram yang meliputi Yogyakarta, dan eks-Karesidenan Surakarta.

Selain membawa manusia, gerobak sapi yang dikemudikan bajingan juga mengangkut hasil panen yang dihasilkan oleh masyarakat.

Desanti Arumingtyas Dyanningrat dalam karyanya berjudul Perancangan Buku Nilai Sejarah Dan Filosofi Mataram Islam Pada Gerobak Sapi, publikasi tahun 2018 menjelaskan bahwa “dalam kultur budaya Jawa kusir gerobak sapi disebut ‘bajingan’, singkatan dari bagusing jiwo angen-angening pangeran yang artinya orang baik yang dicintai Tuhan”.

Ia menambahkan, “Mulianya, pada saat perjuangan kemerdekaan, bajingan jadi salah satu opsi dalam perang geilya untuk persembunyian para pejuang dibalik rumput dan hasil panen dalam gerobaknya”.

Namun, seiring dengan perkembangan zaman, makna kata bajingan mengalami pergeseran dan menjadi kata makian dengan konotasi negatif. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya memahami sejarah dan latar belakang suatu kata sebelum menggunakannya. Lantas mengapa belakangan, kata ‘bajingan’ cenderung menjadi sentimen di masyarakat sekarang?

“Nak, jika mereka memberitahumu bahwa aku adalah bajingan yang tidak memiliki keberanian melakukan keadilan, bahwa banyak ibu yang meninggal karena kesalahanku…” sepenggal tulisan Multatuli dalam bukunya Max Havelaar, terbitan tahun 1860. Tulisan yang mengindikasi penggunaan kata ‘bajingan’ sebagai bentuk umpatan sejak abad ke-19.

Baca juga: Mengenal Perbedaan Bahasa Minang dan Melayu

Saat ini KBBI juga menyerap bajingan sebagai kata kasar yang berarti kurang ajar (kata makian). Di dalam Tesaurus Tematis Bahasa Indonesia, bajingan juga punya makna negatif, seperti penjahat, penjahat berkerah biru, pencurian, dan kriminal. [isr]

 

Ikuti Kabapedia.com di Google News