Kabapedia.com – Rusia, sebuah negara yang sering kali dipandang sebagai raksasa geopolitik, kini menghadapi tantangan demografi yang tak kalah genting. Konflik berkepanjangan, dari era Perang Dunia hingga invasi ke Ukraina, telah memicu krisis laki-laki usia produktif Rusia—fenomena yang mengubah struktur sosial, ekonomi, dan dinamika keluarga secara signifikan.
Baca juga:
- BRICS Tantang IMF dan Amerika, Dollar AS Bakal Keok?
- Kehancuran Otomotif Jepang, China Kian Brutal!!
Sejarah Rusia penuh dengan konflik, mulai dari Perang Dunia I hingga revolusi Bolshevik, Perang Dunia II, dan invasi ke Ukraina. Masing-masing meninggalkan jejak yang mendalam, khususnya pada populasi laki-laki.
Selama Perang Dunia I (1914-1918), Rusia mengerahkan sekitar 15,8 juta tentara, dengan korban tewas mencapai 1,7 juta jiwa dan 4,9 juta lainnya mengalami cedera serius. Revolusi Bolshevik yang menyusul (1917-1923) membawa perang saudara berkepanjangan, kelaparan, dan eksekusi massal yang merenggut jutaan nyawa, mayoritas laki-laki usia produktif.
Namun, dampak terbesar mungkin terjadi selama Perang Dunia II. Antara 1941 hingga 1945, sekitar 27 juta jiwa di Uni Soviet kehilangan nyawa, termasuk 11 juta tentara laki-laki. Bahkan, hampir 80% laki-laki yang lahir antara tahun 1920 dan 1925 tewas di medan perang. Akibatnya, rasio gender di Uni Soviet pada tahun 1950 mencapai 63 laki-laki untuk setiap 100 perempuan, menciptakan ketidakseimbangan yang terus terasa hingga hari ini.
Invasi Ukraina: Krisis yang Kian Memuncak
Invasi Rusia ke Ukraina sejak 2022 memperburuk situasi demografi negara tersebut. Hingga pertengahan 2024, diperkirakan antara 120.000 hingga 250.000 tentara Rusia telah tewas di medan perang. Sebagian besar korban ini adalah laki-laki usia produktif.