Di Mata Apple Kenapa Indonesia Kalah dari Vietnam?

oleh -468 Dilihat
Di mata perusahaan sebesar Apple kenapa negara Indonesia kalah jika dibandingkan dari Vietnam? [Foto: Dok. Kabapedia.com]

Kabapedia.com – Di mata perusahaan sebesar Apple kenapa negara Indonesia kalah jika dibandingkan dari Vietnam? Ada sejumlah faktor yang membuat nilai berinvestasi Indonesia tak semenarik Vietnam. Untuk detailnya yuk simak ulasan kali ini dari pandangan pakar bisnis kenamaan, Dr. Indrawan Nugroho.

Pada pertengahan April, CEO Apple, Tim Cook, berkunjung ke Indonesia dan bertemu dengan Presiden Joko Widodo. Mereka membahas peluang investasi Apple di Indonesia, terutama memperluas pengembangan Apple Developer Academy di wilayah timur Indonesia seperti Makassar dan juga Ibu Kota Nusantara.

Baca juga:

Namun, investasi Apple di Indonesia hanya sekitar Rp1,6 triliun, jauh lebih kecil dibandingkan dengan Vietnam yang mencapai Rp256 triliun. Lantas, apa yang membuat Vietnam lebih menarik bagi Apple?

Faktor-Faktor yang Membuat Vietnam Menarik bagi Apple

Menurut Direktur Eksekutif Center of Economic and Low Studies, Bima Yudistira, ada beberapa faktor yang membuat Vietnam lebih menarik bagi Apple:

  1. Tenaga Kerja yang Memadai: Vietnam memiliki tenaga kerja dengan keahlian vokasional yang lebih memadai untuk industri manufaktur teknologi informasi.
  2. Lokasi Geografis: Secara geografis, Vietnam dekat dengan China, salah satu pasar besar Apple.
  3. Alternatif Strategis: Vietnam menjadi alternatif strategis untuk produksi manufaktur produk teknologi informasi setelah terjadi perang dagang antara Amerika dan China.

Selain itu, Vietnam juga lebih fokus membangun infrastruktur logistik dan manufaktur, membuatnya menarik bagi investor seperti Apple. Kontribusi sektor industri manufaktur terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Vietnam mencapai sekitar 23%, sedangkan Indonesia hanya sekitar 18%.

Upaya Indonesia untuk Menarik Minat Apple

Presiden Joko Widodo berharap Apple bisa mengembangkan kegiatan lain di Indonesia, seperti mendirikan pusat inovasi berkolaborasi dengan universitas lokal serta membangun fasilitas manufaktur. Pemerintah Indonesia siap memberikan insentif yang jauh lebih menarik dibandingkan yang ditawarkan oleh Thailand atau India, asalkan Apple mau berinvestasi lebih besar di tanah air.

Namun, upaya ini tampaknya belum cukup. Menurut Bima Yudistira, pendirian lembaga seperti Apple Developer Academy tidak cukup untuk meningkatkan kapasitas industri manufaktur di Indonesia. Selain itu, dampak kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) masih minim terhadap peningkatan manufaktur lokal.

Meski Indonesia terus berbenah dan sudah banyak investor yang berkomitmen berinvestasi di kawasan-kawasan industri baru, namun tampaknya masih ada beberapa kelemahan mendasar yang perlu diperbaiki. Salah satunya adalah meningkatkan keterlibatan dalam rantai pasok nilai global (GVC), khususnya di sektor ponsel pintar dan teknologi. Hanya dengan demikian, Indonesia dapat bersaing dengan negara-negara seperti Vietnam dalam menarik minat investor besar seperti Apple.

Mengapa Indonesia Tertinggal Dalam Rantai Pasok Global?

Sejak tahun 2000, negara-negara seperti Vietnam, Thailand, Kamboja, dan Laos telah menunjukkan kemajuan yang signifikan dalam membangun rantai pasok global. Sementara itu, Indonesia masih tergolong stagnan. Membangun rantai pasok industri manufaktur yang matang memang bukan pekerjaan yang mudah. Vietnam membutuhkan waktu 15 sampai 20 tahun, dan China bahkan 30 tahun.

Indonesia masih kesulitan menembus rantai pasok nilai global, meskipun investasi perusahaan multinasional di sektor elektronik sudah berlangsung sejak tahun 1980-an. Sayangnya, orientasi produksi elektronik Indonesia lebih difokuskan pada pasar domestik daripada ekspor. Ini membuat industri komponen lokal tidak berkembang dan sangat bergantung pada komponen impor.

Nilul Huda, Direktur Ekonomi Digital di Center of Economic and Law Studies, meragukan kemungkinan Apple akan membuka pabrik di Indonesia. Menurutnya, perusahaan seperti Apple pasti mempertimbangkan banyak aspek, seperti kesiapan teknologi, inovasi, dan juga sumber daya manusia. Dalam hal-hal seperti itu, Indonesia tertinggal dari Vietnam.

Upaya Indonesia untuk Menarik Minat Investor

Indonesia telah berusaha keras untuk menarik minat investor. Namun, upaya ini sering kali terhambat oleh kebijakan yang tidak terencana dan inisiatif yang terputus-putus. Semangat untuk bersaing di tingkat global membara, namun kenyataannya kita masih terjebak dalam kebingungan akibat kurangnya kesinambungan dan fokus dalam kebijakan yang diterapkan.

Harapan untuk masa depan Indonesia kembali mencuat setelah CEO Microsoft, Satya Nadella, juga berkunjung ke Indonesia pada akhir April. Mereka berencana berinvestasi sebesar 1,7 miliar USD atau sekitar Rp7,6 triliun untuk mengembangkan AI dan Cloud di Indonesia. Investasi ini juga bertujuan menciptakan 840.000 talenta digital spesialis AI di Indonesia.

Datangnya investasi besar dari Microsoft membuka peluang kemajuan teknologi dan sumber daya manusia di negeri ini. Semoga investasi ini menjadi langkah awal bagi transformasi digital yang berkelanjutan dan menciptakan ekosistem inovasi yang mampu membawa kita bersaing di kancah global ke depan.

Baca juga:

Kita harus bersatu mendukung kebijakan yang konsisten dan fokus agar Indonesia bukan hanya menjadi pasar, melainkan menjadi pemimpin dalam inovasi dan teknologi. Sudah saatnya Indonesia tidak lagi sekadar menjadi tempat bagi Akademi Developer, melainkan menjadi pusat produksi dan inovasi. [isr]

 

Ikuti Kabapedia.com di Google News

No More Posts Available.

No more pages to load.